Bagai Api Melalap Kayu Bakar

Kesuksesan dan keberhasilan yang didapatkan seseorang terkadang menimbulkan rasa dengki bagi orang lain, baik itu temannya, tetangganya, karib kerabatnya, maupun diri kita sendiri.Demikianlah, sifat dengki hampir menjangkiti semua orang, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allah subhana wa ta’ala. Tentu saja, sebagai seorang Muslim
yang mengharapkan wajah Allah di jannah-Nya kelak, kita perlu melatih diri secara kontinu dan konsisten, untuk membuang jauh-jauh sifat dengki dari diri kita.

Sebab, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:

”Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, karena dengki itu memakan kebaikan seperti api melalap kayu bakar.” (HR. Abu Dawud, no. 4257)

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam Ensiklopedi Muslim menyebutkan bahwa ada dua jenis dengki.

Pertama, dengki dengan maksud mengharapkan musnahnya nikmatharta, ilmu, kedudukan, dan kekuasaan dari orang lain. Sebagai gantinya, dia berharap mendapatkan semua itu.

Kedua, dengki dengan maksud mengharapkan musnahnya semua nikmat tadi dari orang lain, meskipun dia tidak berharap
mendapatkannya. Dua jenis dengki ini adalah haram hukumnya. Jadi, seseorang tidak boleh merasa dengki terhadap orang lain. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

”Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang telah Allah berikan kepadanya?” (An-Nisa’:54)

”Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman, karena dengki yang(timbul) dari diri mereka sendiri.” (Al-Baqarah: 109).

”Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (Al-Falaq:5).

Kecaman Allah subhanahu wa ta’ala di atas menunjukkan akan keharaman dan larangan darinya. Rasulullah shalallahu alaihi wa salam juga secara tegas melarang kita dari sifat dengki ini:

”Kalian jangan saling membenci, jangan saling dengki, jangan saling membelakangi, jangan saling memutus hubungan, namun jadilah kalian sebagai saudara-saudara wahai hamba-hamba Allah. Seorang Muslim tidak halal mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari” (muttafaqun alaih).

Dengki berbeda dengan gibthah yaitu berharap mendapatkan nikmat ilmu, harta, dan kesehatan badan seperti yang dimiliki oleh orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang dari pemiliknya, karena Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:


‘Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang, orang yang diberi harta oleh Allah kemudian memenangkannya atas kerakusannya di jalan yang benar, dan orang yang diberi hikmah oleh Allah kemudian memutuskan persoalan dengannya, dan mengajarkannya.”
(HR. Al-Bukhari)

Yang dimaksud dengan hikmah pada hadits di atas adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Buah Kedengkian

Kedengkian akan menyebabkan timbulnya keinginan atau harapan agar nikmat yang ada pada seseorang itu hilang,
dengan demikian jika nikmat itu hilang dari diri seseorang maka orang tadi akan berbahagia. Sebaliknya, jika nikmat itu tetap ada, maka dia akan bersedih. Sikap seperti ini adalah salah satu perangai buruk orang-orang munafik.

Selain itu, kedengkian akan membuahkan berbagai sikap jahat kepada orang yang didengki. Seperti tidak menegurnya, memutuskan hubungan dengannya, memalingkan wajah sebagai ungkapan untuk merendahkan, menyebarkan aibnya, dan hal-hal yang berkaitan dengan usaha untuk menjatuhkan orang yang didengkinya. Sikap-sikap seperti ini tentu saja tidak layak bagi seorang muslim.

Jika Kita Jadi Sasaran Dengki

Nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita sedikit banyak akan menimbulkan kedengkian. Semakin banyak nikmat, akan semakin besar pulalah kedengkian orang lain kepada kita. Syaikh Abdul Malik Al-Qasim dalam Bagaimana Menjaga Hati menjelaskan bagaimana semestinya sikap kita.Berikut ini uraian beliau:Â

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
”Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan(kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”(Ali Imran: 134).

Para ahli ilmu mengatakan bahwa menurut ayat ini ada tiga tahapan dalam menyikapi dengki, sikap pemula, sikap pertengahan, dan sikap untuk memperoleh kebaikan, yaitu: pertama, barangsiapa yang diperlakukan tidak baik, hendaklah ia menahan diri. Sikap ini adalah tahapan yang paling rendah, maka ia harus menahan amarahnya tanpa disertai dendam. Kedua,yang lebih baik dari menahan marah adalah memaafkan kesalahan orang lain, dengan mengharap kebaikan dari Allah subhanahu wa ta’ala, yang mana sikap ini timbul dari kesucian jiwa. Ketiga, melakukan apa yang Allah sukai yaitu kebajikan dengan bersikap baik terhadap orang-orang yang dengki dalam bentuk silaturahmi, mengunjunginya, menghormatinya, atau memberinya hadiah.

Disamping itu, seorang muslim juga hendaknya memiliki sikap-sikap lainnya dalam menghadapi kedengkian orang-orang yang mendengki, yaitu:

1. Mengembalikan segala urusan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan taubat dari sagala perbuatan dosa, karena sesungguhnya perlakuan orang-orang yang tidak menyukainya terhadap dirinya, adalah karena dosa-dosa yang ia perbuat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“‘Dan apa saja yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (Asy Syura: 30)

2. Bertawakal kepada Allah, karena sesungguhnya barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupi keperluannya. Tawakal adalah faktor yang paling kuat untuk melindungi seorang hamba dari sesuatu yang tidak mampu ia cegah, yang berupa penganiayaan dan kedzaliman manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

”Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (Ath-Thalaq: 3)

3. Memohon perlindungan kepada Allah serta membaca doa-doa dan dzikir-dzikir yang disyariatkan, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan Nabi shalallahu alaihi wa salam untuk berlindung kepada Allah dari kejahatan orang yang dengki ketika ia mendengki.

4. Merendahkan diri di hadapan Allah dengan disertai permohonan agar Allah menjaga dan memelihara kita dari kejahatan
musuh-musuh dan orang-orang yang mendengki.

5. Bersikap adil kepada orang yang mendengki dan tidak berbuat buruk terhadapnya untuk membalas keburukannya,
tetap memenuhi hak-haknya serta tidak berbuat aniaya terhadapnya karena perbuatannya.

6. Berbuat baik kepadanya, dan jika semakin besar kejahatan dan kedengkiannya maka semakin berbuat baiklah kita kepadanya, dengan demikian sikap kita terhadapnya adalah nasihat untuknya.

7. Bersikap kasih sayang kepadanya, mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepadanya dan menjaga kita dari
kejahatannya.

Para Salaf dalam Memandang Dengki

Marilah kita melihat bagaimana para salaf, generasi awal umat ini, memandang dengki. Mu’awiyah berkata: ”Tidak ada sifat jahat yang lebih bijaksana daripada kedengkian, yang mana kedengkian itu akan membunuh orang yang dengki sebelum kedengkian itu sampai kepada orang yang didengkinya.” Beliau jugaberpesan kepada anaknya: ”Wahai anakku, jauhilah sifat dengki, karena sesungguhnya kedengkian itu akan menimpa pada dirimu sendiri sebelum menimpa pada musuhmu.”

Ibnu Sirin berkata: ”Aku tidak pernah mendengki seorang manusia pun karena urusan duniawi, sebab jika ia termasuk ahli Surga, mengapa pula aku mendengkinya karena urusan duniawi, padahal urusan duniawi adalah hina di Surga? Dan jika ia termasuk ahli Neraka, mengapa pula aku mendengkinya karena urusan duniawi padahal ia akan menuju ke neraka?”

Abdullah bin Al-Mu’taz berkata: ”Orang yang mendengki adalah orang yang marah terhadap orang yang tidak
berdosa, bakhil terhadap sesuatu yang tidak ia miliki, dan mencari sesuatu yang tidak akan ia peroleh.”

Dari Sufyan bin Dinar, ia berkata: Aku berkata kepada Abu Basyar: ”Beritahukan kepadaku tentang apa yang dilakukan orang-orang sebelum kita.” Abu Basyar berkata: ”Mereka melakukan pekerjaan yang ringan akan tetapi mereka mendapat pahala yang banyak”. Sufyan berkata: ”Mengapa bisa demikian?” Abu Basyar menjawab: ”Karena hati mereka bersih.”

Sepertiitulah sikap mereka, generasi yang masih dekat dengan cahaya nubuwah. Sungguh jauh dengan keadaan kita saat ini.

Agar Hati Tidak Terjangkiti Dengki

Syaikh Abdul Malik Al-Qosim memberikan beberapa resep agar hati kita tidak terjangkiti dengki, yaitu:

1. Ikhlas

Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:
”Ada tiga hal yang mana hati seorang mukmin tidak akan merasakan dengki, yaitu: ikhlas beramal, memberi nasehat kepada para pemimpin, tetap berjama’ah bersama barisan kaum muslimin, karena doa mereka melindungi siapa
yang ada di belakang mereka.”
(HR. Ahmad, Ibnu Majah, danAl-Hakim).

Sebagaimana diketahui bahwa barangsiapa yang mengikhlaskan agamanya untuk Allah subhanahu wa ta’ala, maka ia tidak akan memendam di dalam dirinya perasaan terhadap sausdara-saudaranya sesama muslim kecuali kasih sayang
yang murni. Ia akan bergembira jika mereka mendapatkan kesenangan dan ia akan sedih jika mereka tertimpa musibah, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.

2. Ridha kepada Allah dan hatinya penuh dengan keridhaan

Tentang sikap ridha ini, Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: ”Ia akan membukakan pintu keselamatan bagi yang melakukannya, karena keridhaan itu dapat menjadikan jiwa seseorang bersih dari kecurangan, iri dan dengki, dan
sesungguhnya tidak ada orang yang dapat lolos dari siksaan Allah kecuali mereka yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih. Adalah mustahil hati menjadi bersih bila disertai kebencian dan tidak ada keridhaan, semakin besar keridhaan
seseorang maka semakin bertambah bersihlah hatinya. Iri, dengki dan curang adalah perbuatan yang selalu mengiringi kemarahan, sementara hati yang bersih dan baik selalu mengiringi keridhaan. Begitu pula dengan dengki, ia adalah buah
dari kemarahan, sebagaimana hati yang bersih adalah buah dari sikap ridha.

3. Membaca Al-Qur’an dan Menghayatinya

Membaca Al-Qur’an adalah obat dari segala macam penyakit, orang yang terhalang dari rahmat Allah subhanahu wa ta’ala adalah orang yang tidak berobat dengan Al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

”Katakanlah: Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (Fushshilat:
44).

Dan allah juga berfirman:”Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”(Al-Isra’: 82).

Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah tentang ayat ini: ”Yang benar adalah bahwa kata ‘dari’ di dalam ayat ini adalah untuk menerangkan macam atau jenis dan bukan menunjukkan uangkapan ‘sebagian”’. Allah juga berfirman:

”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada.” (Yunus: 57).

Maka Al-Qur’an merupakan formula penyembuhan yang sempurna untuk berbagai penyakit hati maupun tubuh, dan sekaligus sebagai obat penyakit dunia maupun penyakit akhirat.

4. Ingat Hisab di Akhirat

Kita harus ingat akan perhitungan amal dan siksaan yang akan didapat oleh mereka yang menyakiti kaum muslimin yang disebabkan oleh keburukan jiwa dan perangainya, yaitu berupa iri, dengki, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok, dan
sebagainya.

5. Do’a

Hendaknya seorang hamba selalu berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar menjadikan hatinya bersih terhadap
saudara-saudaranya, dan juga berdoa untuk kebaikan dirinya. Inilah jalan yang ditempuh oleh orang-orang shalih.

”Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami
dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, danjanganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang’.”
(Al-Hasyr: 10)

6. Bersedekah

Karena sedekah dapat membersihkan hati dan mensucikan jiwa, oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam:

”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah: 103).

Nabi shalallahu alaihi wa salam bersabda:
”Obatilah orang yang sakit di antara kamu dengan bersedekah.”

Sesungguhnya orang sakit yang lebih berhak untuk diobati adalah yang menderita penyakit hati, dan hati yang paling berhak
untuk itu adalah hati kita sendiri yang ada dalam diri kita.

7. Menjalin Ukhuwah Islamiyah

Kita harus ingat bahwa orang yang kita tiupkan racun kedalam dirinya adalah saudara muslim, bukan orang Yahudi, bukan pula Nashrani. Kita dan saudara kita yang muslim telah disatukan dalam ikatan Islam, mengapa pula kita menyakitinya?.

8. Menyebarkan Ucapan Salam

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:Â
”Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya,sesungguhnya kalian tidak akan masuk Surga hingga kalian beriman, dan kalianbelum dikatakan beriman (dengan sempurna) sebelum kalian saling mencintai,maukan aku tunjukkan kepada kalian suatu perbuatan yang jika kalian lakukan,maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HRMuslim).

Berkata Ibnu Abdil Barr rahimahullah: ”Hadits ini menunjukkan bahwa salah satu keutamaan mengucapkan salam adalah dapat menghilangkan rasa saling membenci dan dapat menciptakan rasa saling mencintai.”

Kisah Penutup

Untuk menutup pembahasan masalah ini, ada satu kisah menarik yang bisa dijadikan sebagai ibrah bagi kita. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu ia berkata: Saat itu kami sedang duduk bersama Rasulullah shalallahu
alaihi wa salam, lalu beliau bersabda: ”Akan muncul kepada kalian sekarang ini seseorang dari penghuni Surga.”

Lalu datanglah kepada kami seorang pria dari golongan kaum Anshar yang janggutnya basah kena air wudhu dan
kedua alas kakinya dibawa oleh tangannya yang sebelah kiri. Keesokan harinya beliau bersabda dengan sabda yang serupa, lalu datang orang itu lagi sebagaimana datang pertama kali. Begitu pula pada hari ketiga beliau bersabda dengan sabda
yang sama pula, lalu datang orang itu seperti keadaan pertama.Kemudian ketika Nabi shalallahu alaihi wa salam berdiri, maka Abdullah bin Amr bin ‘Ash mengikuti orang tersebut (untuk melihat apa yang dikerjakan agar dapat diteladani). Abdullah berkata (kepada orang tersebut): ”Sungguh aku bertengkar dengan ayahku, lalu aku bersumpah tidak akan masuk ke rumah selama tiga hari,jika engkau mempersilahkanku menginap di rumahmu selama itu, maka akan aku lakukan”. Ia menjawab: ”Ya”.Anas berkata: ”Selanjutnya Abdullah menginap di rumahnya selama tiga malam berturut-turut untuk memperhatikan apa yang dilakukan orang itu. Abdullah bin Amr tidak pernah melihatnya bangun malam,hanya saja jika ia terjaga atau membalikkan badan dalam tidurnya ia menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala, dan bertakbir kepada Allah lalu sampai ia bangun untuk shalat Shubuh. Abdullah berkata: ”Hanya saja aku tidak pernah mendengar darinya kecuali yang baik.”

Setelah berlalu tiga hari, dan aku hampir mencela perbuatannya (memperhatikan orang tersebut), aku berkata: ”Wahai hamba
Allah, sebenarnya aku dan ayahku tidak bertengkar, tidak juga saling mendiamkan,tapi aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda tentangmu sampai tiga kali: ‘Akan muncul kepada kalian sekarang ini seseorang dari penghuni Surga’, lalu engkaulah yang muncul saat itu, maka aku ingin di rumahmu agar aku bisa melihat perbuatanmu sehingga aku bisa meneladaninya, namunaku tidak melihatmu melakukan banyak amal, lalu apa sebenarnya yang menjadikan dirimu seperti apa yang disabdakan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam tentangmu?”

Orang itu menjawab: ”Tidak ada yang aku lakukan kecuali seperti apa yang engkau lihat.” Abdullah berkata: Ketika aku hendak pergi ia memanggilku dan ia berkata: ”Aku tidak melakukan apa-apa kecuali seperti apa yang kamu lihat, hanya saja aku tidak pernah menemukan dalam diriku kebencian terhadap seorang pun di antara kaum muslimin dan tidak pernah mendengki kepada seeorang karena kebaikan yang Allah berikan kepadanya”, maka berkata Abdullah:”Itulah yang menyebabkan kamu seperti apa yang Rasulullah sabdakan, dan sikap seperti itulah yang tidak mampu kami lakukan.” (HR Ahmad)

Maraji’:
1.Abdul Malik Al-Qosim, Bagaimana Menjaga Hati, Penerbit Darul Haq.
2.Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, Penerbit Darul Falah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *