Keracunan Makanan | Jilbab Online

Perut terasa mual, keringat dingin membasahi seluruh badan atau lidah terasa kelu, mungkin pernah kita rasakan. Yang sering terjadi adalah kita tidak sadar bahwa itu merupakan sebagian tanda-tanda keracunan.

Berbagai kasus keracunan makanan, sudah sering kita dengar dari media massa. Mungkin, kita sendiri pun pernah mengalaminya. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang keracunan makanan. Di antaranya karena sifat bahan makanan itu sendiri, cara pengolahan atau penyimpanannya, dan bisa pula karena pengaruh dari luar.

YANG SERING TERJADI          

Selama ini, kasus keracunan yang sering terjadi adalah akibat seseorang menelan makanan yang telah dicemari racun yang dikeluarkan oleh bakteri staphylococcus. Sebenarnya bakteri ini jika tertelan tidak akan menimbulkan sesuatu yang buruk, akan tetapi ia dapat menghasilkan racun enterotoxin yang akan menyebabkan keluarnya cairan berlebihan dari usus halus.

Bakteri lain yang dapat mengeluarkan racun dalam makanan adalah Clostridium perfringens, Vibrio parahaemolyticus (biasanya berasal dari pencemaran air laut), dan Bacilus cereus.

Pencemaran bahan makanan oleh bakteri, biasanya berawal dari pengolah atau pemasak makanan yang menderita infeksi kulit karena bakteri staphylococcus. Bisa pula terjadi karena makanan dibiarkan terlalu lama berada pada suhu kamar setelah dimasak, sehingga spora bakteri bisa tumbuh. Bila sudah tercemar, racun dalam makanan tidak akan hilang meski sudah dipanaskan lagi. Beberapa makanan yang mudah menimbulkan keracunan antara lain sosis, daging, lidah sapi, ikan, susu dan hasil olahannya, dan telur.

Muntah-muntah dan diare adalah gejala utama keracunan akibat bakteri. Selain itu ada pula gejala yang sering timbul mendadak, misalnya mual, otot perut kejang, diare yang disertai sakit kepala, badan lemah dan demam. Gejala-gejala ini muncul satu sampai 22 jam setelah makanan yang tercemar tertelan dan tergantung pada bakteri yang mencemarinya, kemudian menghebat dalam waktu 12-24 jam, dan akhirnya mereda. Adakalanya terjadi kejang perut yang menghebat, hingga penderita jatuh pingsan. Jika hal ini sampai terjadi, maka penderita harus segera dibawa ke dokter.

Untuk mencegah agar bahan makanan tidak tercemari bakteri, maka simpanlah bahan makanan yang mengandung daging, ikan, telur unggas, maupun susu serta olahannya dalam lemari pendingin, jika tidak segera dimakan setelah dimasak. Ikan laut yang baru dikeluarkan dari penyimpanan jangan langsung dimakan. Cuci dan masak dulu sampai benar-benar matang. Satu lagi, jangan memegang, memasak atau mengolah makanan ketika sedang sakit, khususnya infeksi kulit dan mata.

KERACUNAN MAKANAN KALENG

Saat ini, berbagai jenis bahan makanan kaleng semakin banyak kita jumpai. Baik sayuran, daging, sarden dan sebagainya. Proses pengalengan yang kurang sempurna dapat merangsang timbulnya bakteri Clostridium botulinum. Bakteri ini senang tumbuh di tempat tanpa udara, dan akan mengeluarkan racun yang bisa merusak saraf juka sampai tertelan. Gejala keracunan bakteri ini disebut botulisme.

Gejala botulisme biasanya akan timbul mendadak, 16-18 jam sesudah menelan makanan yang mengandung racun tersebut. Gejala biasanya diawali dengan kelelahan dan tubuh terasa lemah. Kemudian diikuti adanya gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan ini bisa berupa penglihatan ganda (diplopia), Penglihatan kabur, kelumpuhan otot-otot dan kelopak mata, kehilangan daya akomodasi lensa mata, dan refleks pupil mata terhadap cahaya berkurang atau hilang sama sekali.

Gejala berikutnya bisa berupa kesulitan bicara, sulit menelan dan muntah yang keluar melalui hidung. Kesulitan menelan ini bisa menyebabkan makanan masuk ke dalam saluran pernapasan yang dapat mengakibatkan radang paru (pneumonia). Gejala juga disertai  melemahnya otot-otot tubuh, tangan dan kaki. Suhu tubuh tetap, tetapi kadang bisa meninggi.

Penderita keracunan botulisme harus dirawat di rumah sakit. Umumnya, proses penyembuhan berjalan lambat. Sisa kelemahan otot-otot mata bisa berlangsung beberapa bulan.

Agar tidak keracunan makanan kaleng, kita sebagai konsumen harus teliti dalam memilih makanan kaleng. Sebaiknya pilihlah makanan yang sudah mendapat registrasi dari Departemen Kesehatan RI. Juga, masak atau panasi dahulu makanan dalam kaleng sebelum dikonsumsi. Jangan dimakan bila terdapat bahan makanan yang rusak atau membusuk.

TERCEMAR ZAT KIMIA

Sayuran dan buah-buahan biasanya telah dicemari oleh zat kimia, baik sebagai pengawet maupun racun pembasmi hama (yang sering digunakan petani sebelum dipanen. Zat-zat kimia ini bisa berupa arsen, timah hitam, atau zat-zat yang bisa menyebabkan keracunan. Selain itu, makanan seperti acar, jus buah, atau asinan yang disimpan di dalam tempat yang dilapisi timah (bahan pecah belah yang diglasir), cadmium, tembaga, seng atau antimon (panci yang dilapisi email) juga dapat menimbulkan keracunan dengan berbagai gejala, tergantung pada logam-logam yang meracuninya. Keracunan akibat kelebihan bahan pengawet juga bisa terjadi, misalnya sodium nitrit.

Cadmium yang digunakan untuk melapisi barang-barang dari logam dapat larut  dalam makanan yang bersifat asam, sehingga jika ikut termakan dalam jumlah banyak makanan tersebut bisa menimbulkan keracunan. Gejalanya antara lain mual, muntah, diare, sakit kepala, otot-otot nyeri, ludah berlebihan, nyeri perut, bahkan dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal.

Nitrit sering digunakan sebagai bahan pengawet untuk menjaga atau mempertahankan warna daging. Jika dikonsumsi berlebihan, makanan yang mengandung zat kimia ini mengakibatkan keracunan dengan gejala pusing, sakit kepala, kulit memerah, muntah, pingsan, tekanan darah menurun dengan hebat, kejang, koma dan sulit bernapas.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan agar tidak teracuni zat kimia, yaitu dengan mancuci bersih buah-buahan, sayuran dan daging sebelum diolah. Selain itu, jangan manyimpan bahan makanan yang bersifat asam (sari buah, acar, asinan) di dalam panci yang terbuat dari logam.

RACUN ALAM PUN BISA BAHAYA

Ada beberapa jenis bahan makanan, baik dari hewan maupun tumbuhan sudah mengandung zat beracun secara alamiah. Salah satu tumbuhan yang sering menyebabkan keracunan adalah jamur. Ada dua macam jamur dari jenis amanita yang sering menyebabkan keracunan. Jamur Amanita muscaria mengandung racun muscarine yang jika termakan akan menimbulkan gejala-gejala tertentu dua jam setelah tertelan, yaitu keluar air mata dan ludah secara berlebihan, berkeringat, pupil mata menyempit, muntah, kejang perut, diare, rasa bingung, dan kejang-kejang yang bisa menyebabkan kematian. Jamur Amanita phalloides mengandung racun phalloidine yang akan menimbulkan gejala keracunan 6-24 jam setelah tertelan, dengan gejala mirip keracunan muscarine. Selain itu penderita tidak bisa kencing dan akan mengalami kerusakan hati.

Dari jenis hewan, beberapa ikan laut juga dapat menyebabkan keracunan. Beberapa jenis ikan laut di daerah tropis akan beracun pada waktu-waktu tertentu dalam satu tahun. Sedangkan jenis lainnya akan beracun sepanjang tahun. Beberapa contoh ikan beracun antara lain ikan gelembung, ikan balon, belut laut, ikan landak, ikan betet, mackerel, dan lain-lain. Gejala keracunan ikan dapat dirasakan setengah sampai empat jam sesudah dimakan, yaitu gatal di sekitar mulut, kesemutan pada kaki dan lengan, mual, muntah, diare, nyeri perut, nyeri persendian, demam, menggigil, sakit pada saat kencing, dan otot tubuh terasa lemah.

Untuk mencegah keracunan ikan, sebaiknya jangan mengonsumsi jenis ikan yang beracun. Selain itu, bekukanlah ikan laut (simpan dalam lemari pendingin) segera setelah ditangkap.

Produk laut lain yang sering menimbulkan keracunan adalah jenis kerang-kerangan. Remis, kerang, tiram, dan jenis kerang-kerangan lain yang hidup di daerah laut tertentu sering mengandung racun, terutama pada musim panas. Gejala keracunan timbul lima sampai 30 menit setelah makanan tertelan, berupa rasa kebal di sekitar mulut, mual, muntah, kejang perut yang diikuti kelemahan otot dan kelumpuhan saraf tepi. Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi hingga berujung pada kematian. Agar tidak keracunan kerang, tahanlah untuk memakannya pada musim panas.

Disalin dari Majalah NIKAH, Vol. 3, No. 6, September 2004

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *