Penyimpangan Aqidah dan Cara Penanggulangannya

Penyimpangan dari aqidah yang benar
adalah kehancuran dan kesesatan. Karena aqidah yang benar adalah motivator utama
bagi amal yang bermanfaat.

Tanpa aqidah yang benar seseorang akan menjadi
mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk
dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan,
sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut
dengan menyudahi hidup, sekalipun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi
pada banyak orang yang telah kehilangan hidayah aqidah yang benar.

Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan
masyarakat bahimi (hewani), tidak memiliki prinsip hidup bahagia, sekali
pun mereka bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka
pada kehancuran, sebagaimana telah kita lihat pada masyarakat jahiliyah. Karena
sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya,
dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali aqidah shahihah.

Allah
berfirman:
”Hai Rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal yang shalih.”
(Al-mu’minun: 51)

”Dan sesungguhnya
telah kami berikam kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman): ‘Hai
gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud’, dan
kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar
dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang shaleh. Seungguhnya aku
melihat apa yang kamu kerjakan.”
(saba’:10-11)

Maka kekuatan aqidah
tidak dapat dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal itu
dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan materi akan
berubah nenjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di
negara-negara kafir yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki aqidah
shahihah.

Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita
ketahui yaitu:

1. Kebodohan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau
(enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian
terhadapnya. Sehingga tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal aqidah shahihah
dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka meyakini
yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai haq.
Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar ”Sesungguhnya ikatan simpul Islam
akan pudar satu demi satu, manakala didalam Islam terdapat orang yang tumbuh
tanpa mengenal kejahilannya.”

2. Ta’ashub (fanatik) kepada sesuatu
yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekali pun hal itu batil, dan
mencampakkan apa yang menyalahinya, sekali pun hal itu benar. Sebagaimana yang
difirmankan Allah:
”Dan apabila dikatakan kepada mereka: ”Ikutilah apa
yang diturunkan Allah,” mereka menjawab: ”(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti
apa yang telah kami dapati dari perbuatan nenek moyang kami”. ”(Apakah mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”
(Al-Baqarah: 170)

3. Taqlid
buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui
dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang
terjadi pada golongan-golongan seperti mu’tazilah, jahmiyah, dan lainnya. Mereka
bertaqlid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, jauh dari
aqidah shahihah.

4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali
dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka diatas derajat yang semestinya,
sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali
oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudharatan.
Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah dan makhlukNya,
sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah
Allah. Mereka ber-taqarrub kepada kuburan para wali itu dengan hewan qurban,
nadzar, do’a, istighasah, dan meminta pertolongan. Sebagaimana yang terjadi pada
kaum Nabi Nuh terhadap oarang-orang shalih ketika mereka berkata: ”Janganlah
kamu meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kami dan jangan pula sekali-kali kamu
meniggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.”
(Nuh: 23)

Dan demikianlah yang terjadi pada pengagung-pengagung
kuburan di berbagai negeri sekarang ini.

5. Ghaflah (lalai)
terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat
kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitabNya (ayat-ayat
qur’aniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan
kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua hasil kreasi manusia semata,
sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan
ini pada jerih payah dan penemuan manusia semata. Sebagaimana kesombongan Qarun
yang mengatakan:

”Sesungguhnya aku diberi harta itu, karena ilmu yang
ada padaku.”
(Al-Qashash:78)

Dan sebagaimana perkataan orang lain
yang juga sombong:

”Ini adalah hakku…”
(Fushilat:50)

”Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah
kepintaranku”.
(Az-zumar:49)

Mereka tidak berpikir dan tidak pula
melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan telah menimbun
berbagai keistimewaan didalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap
dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan
alam serta memfungsikannya demi kepentingan manusia.

”Padahal
Allah-lah yang telah menciptakan kamu dan apa yang telah kamu perbuat itu”.

(Ash-shaffat:49)

”Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan
langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah,…”

(Al-A’raf:185)

”Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu
berbagai buah-buahan menjadi rizki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera
bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah
menundukkan pula bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan pula bagimu
matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah
menundukkan bagimu malam dan siang. Dan telah memberikan kepadamu (keperluanmu)
dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat
Allah, tidaklah dapat kamu menghinakannya.”
(Ibrahim: 32-34)

6. Pada
umumnya rumah tangga sekarang kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam).
Padahal baginda Rosul telah bersabda:

”Setiap bayi itu dilahirkan atas
dasar fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang kemudian membuatnya menjadi Yahudi,
Nashrani atau Majusi.”
(HR. Al-Bukhori)

Jadi, orangtua mempunyai
peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.

7. Enggannya
dunia pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan
kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama
Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi baik
media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak,
atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan
hiburan semata. Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan
aqidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini muncullah generasi yang
telanjang tanpa senjata, yang tak berdaya dihadapan pasukan kekufuran yang
lengkap persenjataannya.

Cara-Cara Menanggulangi Penyimpangan
Ini

Cara penanggulangan penyimpangan diatas terangkum pada poin-poin
berikut ini:

1. Kembali kepada kitabullah dan sunnah Rasullah untuk
mengambil aqidah shahihah. Sebagaimana para salaf shalih mengambil aqidah mereka
dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang
telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji aqidah golongan sesat
dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena
siapa yang tidak kenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke
dalamnya.

2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah
salaf, di berbagai jenjang pendidikan. memberi jam pelajaran yang cukup serta
mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.

3. Harus
ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagi materi pelajaran. Sedangkan
kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.

4. Menyebar para da’i
yang meluruskan aqidah umat islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta menjawab
dan menolak seluruh aqidah batil.

Maraji’ : Dr. Shalih bin Fauzan bin
Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid 1, Darul Haq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *