Lemahnya Hadits Mengusap Wajah Setelah Berdoa

Hadits-hadits lemah tentang mengusap muka setelah berdo’a Banyak orang yang
mengusap muka mereka setelah melakukan sholat ataupun berdo’a. Namun benarkah
amalan itu pernah dilakukan dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para shahabatnya? Risalah ini insya Allah akan menjelaskan tentang
lemahnya hadits-hadits mengenai mengusap wajah.

1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mengangkat kedua tangannya
untuk berdo’a, tidaklah menurunkannya kecuali beliau mengusapkannya terlebih
dahulu ke mukanya.

Hadits ini lemah. Diriwayatkan oleh At Tirmidzi (2/244), Ibnu ‘Asakir
(7/12/2). Dengan sanad :Hammaad ibn ‘Isa al-Juhani dari Hanzalah ibn Abi Sufyaan
al-Jamhi dari Salim ibn ‘Abdullah dari bapaknya dari ‘Umar ibn al-Khatthab. At
Tirmidzi berkata : ”Hadits ini gharib, kami hanya mendapatkannya dari Hammad ibn
‘Isa Al Juhani. Dan dia menyendiri dalam meriwayatkan hadits ini. Dia hanya
mempunyai (meriwayatkan) beberapa hadits saja, tapi orang-orang meriwayatkan
darinya.” Bagaimanapun juga hadits ini lemah, berdasarkan pada perkataannya Al
Hafidh Ibnu Hajar di dalam At Taqrib, dimana beliau menjelaskan tentang riwayat
hidupnya dalam At Tahdzib : ”Ibnu Ma’in berkata:’Dia adalah Syaikh yang baik’,
Abu Hatim berkata:’Lemah didalam (meriwayatkan) hadits’, Abu Dawud
berkata:’Lemah, dia meriwayatkan hadits-hadits munkar’. Hakim dan Naqash
berkata:’Dia meriwayatkan hadits-hadits yang tidak kuat dari Ibnu Juraij dan
Ja’far Ash Shadiq’, Dia dinyatakan lemah oleh Ad Daraquthni, Ibnu Hibban
mengatakan bahwa dia meriwayatkan sesuatu yang salah melalui jalur Ibnu Juraij
dan Abdul Aziz bin Umar bin Abdul Aziz, tidaklah diperbolehkan untuk
menjadikannya sebagai sandaran, Ibnu Makula berkata:’mereka semua mencap
hadits-hadits dari dia sebagai hadits lemah”’. Terdapat hadits yang sejenis
dengan hadits 1:

”Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a dan mengangkat
kedua tangannya, maka beliau mengusap wajahnya dengannya

Hadits ini Dha’if. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (1492) dari Ibnu Lahi’ah dari
Hafsh bin Hisyam bin ‘Utbah bin Abi Waqqash dari Sa’ib bin Yazid dari ayahnya.
Ini adalah hadits dha’if berdasarkan pada Hafsh bin Hisyam karena dia tidak
dikenal (majhul) dan lemahnya Ibnu Lahi’ah (Taqribut Tahdzib). Hadits ini tidak
bisa dikuatkan oleh dua jalur hadits berdasarkan lemahnya hadits yang pertama.

2. ”Jika kamu berdo’a kepada Allah,kemudian angkatlah kedua tanganmu
(dengan telapak tangan diatas), dan jangan membaliknya,dan jika sudah selesai
(berdo’a) usapkan (telapak tangan) kepada muka”.

Hadits ini lemah. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1181, 3866), Ibnu Nashr dalam
Qiyaamul-Lail (hal. 137),Ath Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir (3/98/1) &
Hakim (1/536), dari Shalih ibn Hassan dari Muhammad ibn Ka’b dari Ibnu ‘Abbas
radiallaahu ‘anhu (marfu’). Lemahnya hadits ini ada pada Shalih bin Hassan,
Sebagai munkarul hadits, seperti dikatakan Al Bukhari dan Nasa’i,”Dia tertolak
dalam meriwayatkan hadits”; Ibnu Hibban berkata:”Dia selalu menggunakan
(mendengarkan) penyanyi wanita dan mendengarkan musik, dan dia selalu
meriwayatkan riwayat yang kacau yang didasarkan pada perawi yang terpercaya”;
Ibnu Abi Hatim berkata dalam Kitabul ‘Ilal (2/351):”Aku bertanya pada ayahku
(yaitu Abu Hatim al-Razi) tentang hadits ini, kemudian beliau berkata:’Munkar’.”
Hadits dari Shalih bin Hasan ini diriwayatkan juga oleh jalur lain yaitu dari
Isa bin Maimun, yaitu yang meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab, seperti yang
diriwayatkan oleh Ibnu Nashr. Tapi hal ini tidaklah merubah lemahnya hadits ini,
sebab Isa bin Maimun adalah lemah. Ibnu Hibban berkata:”Dia meriwayatkan
beberapa hadits,dan semuanya tertolak”. An Nasa’i berkata:”Dia tidak bisa
dipercaya”. Hadits dari Ibnu Abbas ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud (1485),
dan Bayhaqi (2/212), melalui jalur ‘Abdul Malik ibn Muhammad ibn Aiman dari
‘Abdullah ibn Ya’qub ibn Ishaq dari seseorang yang meriwayatkan kepadanya dari
Muhammad ibn Ka’b, dengan matan sebagai berikut :

Mintalah kepada Allah dengan (mengangkat) kedua telapak tanganmu,dan
minta pada-Nya dengan membaliknya, dan jika kau selesai, maka usaplah mukamu
dengannya”.

Hadits ini sanadnya dha’if. Abdul Malik dinyatakan lemah oleh Abu Dawud.
Dalam hadits ini terdapat Syaikhnya Abdullah bin Ya’qub yang tidak disebutkan
namanya, dan tidak dikenal – Bisa saja dia adalah Shalih Bin Hassan atau Isa bin
Maimun. Keduanya sudah dijelaskan sebelumnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh
Hakim (4/270) melalui jalur Muhammad ibn Mu’awiyah, yang berkata bahwa Mashadif
ibn Ziyad al-Madini memberitahukan padanya bahwa dia mendengar hal ini dari
Muhammad ibn Ka’b al-Qurazi. Adz Dzahabi menyatakan bahwa Ibnu Mu’awiyah
dinyatakan kadzab oleh Daraquthni, Maka hadits ini adalah maudhu’. Abu Dawud
berkata tentang hadits ini:”hadits ini telah diriwayatkan lebih dari satu jalur
melalui Muhammad ibn Ka’b; semuanya tertolak.”

Mengangkat kedua tangan ketika melakukan qunut memang terdapat riwayat dari
Rasulullah tentangnya, yaitu ketika beliau berdoa terhadap kaum yang membunuh 15
pembaca Al Qur’an (Riwayat Ahmad (3/137) & AthThabarani Al-Mu’jamus-Shaghir
(hal. 111) dari Anas dengan sanad shahih. Serupa dengan yang hadits yang
diriwaytakan dari Umar dan yang lainnya ketika melakukan qunut pada sholat
Witir. Namun mengusap muka sesudah du’a qunut maka tidaklah pernah dicontohkan
oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, tidak juga dari para shahabatnya,
ini adalah bid’ah yang nyata. Sedangkan mengusap muka setelah berdoa diluar
sholat berdasarkan pada dua hadits. Dan tidaklah dapat dikatakan benar kedua
hadits tersebut bisa menjadi hasan,seperti yang dikatakan oleh Al Manawi,
berdasarkan pada lemahnya sanad yang ditemukan pada hadits tersebut. Inilah yang
menjadikan alasan Imam An Nawawi dalam Al Majmu bahwa hal ini tidak dianjurkan,
menambahkan perkataan Ibnu ‘Abdus-Salaam yang berkata bahwa ”hanya orang yang
sesat yang melakukan hal ini”.

Bukti bahwa mengusap muka setelah berdo’a tidak penah dicontohkan adalah
dikuatkan bahwa terdapat hadits-hadits yang tsabit yang menyatakan diangkatnya
tangan untuk berdo’a, tapi tidak ada satupun yang menjelaskan mengusap muka
setelahnya, dengan hal ini, wallahu a’lam, hal ini tidak diterima dan tidak
pernah dicontohkan. Wallahu a’lam bish shawab

Sumber : Kitab Irwa’ul Ghalil 2/178-182. Karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al
Albani


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *