Mewujudkan Pendidikan yang Ideal di Era Globalisasi

Sumber ilustrasi

Tanggung-jawab mendidik generasi penerus adalah perkara yang sangat besar, begitu juga menjaga si buah hati. Seluruh umat Islam dituntut untuk mencurahkan segenap perhatian mereka terhadap masalah ini. Karena kebahagiaan umat, baik secara individual maupun sosial kemasyarakatan tergantung kepada keberhasilan mendidik para generasi penerus itu. Oleh karena itulah diperlukan persiapan matang, untuk merancang strategi, menentukan langkah dan mengerahkan seluruh daya upaya serta menempatkan para ahli, agar hasil pendidikan yang dicanangkan dapat tercapai, bebas dari ketergelinciran, jauh dari pertentangan dan fanatisme golongan yang sempit, sangat dengan kepribadian Islami, menapaki petunjuk al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Kebutuhan kita terhadap pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) merupakan kebutuhan yang jauh lebih mendesak dibandingkan dengan kebutuhan lainnya. Apalah artinya jasad jika tidak terhiasi dengan agama yang lurus dan akhlak yang terpuji?! Adakah kebaikan yang diharapkan dari fisik seseorang yang hatinya telah mati? Dalam masalah kebutuhan makan dan minum, manusia dan hewan itu sama. Dalam urusan pemenuhan nutrisi dan udara, orang-orang Mukmin pun sama dengan orang-orang kafir, orang yang baik dan jahat semuanya sama dalam hal tersebut. Akan tetapi, dalam hal prinsip hidup yang terbangun dengan pendidikan aqidah serta iman, umat Islam tidak sama dengan yang lainnya.

Jauhnya generasi penerus dari pendidikan Islam yang baik sudah termasuk bentuk kriminalisme bagi masyarakat. Betapa banyak masyarakat yang mengeluhkan perbuatan menyimpang yang sering terjadi. Betapa banyak orang tua yang menyayangkan sikap lancang yang dilakukan oleh putra putri mereka sendiri. Mereka menyesalkan sikap tidak bertanggung-jawab anak-anak mereka dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Para orang tua itu tampaknya lupa bahwa sumber kebobrokan ini semua adalah buruknya potret pembinaan dan pendidikan yang dikenyam oleh putra putri mereka. Lalu siapakah yang bertanggung-jawab?

Jika kita mau merenung sejenak, akan kita dapati ada beberapa faktor yang memiliki andil dalam menentukan baik buruknya tarbiyah ini.

1. Rumah (keluarga)

Rumah adalah tempat pertama anak-anak memperoleh pendidikan dan keluarga merupakan asas paling vital yang akan menentukan arah pendidikan itu sendiri. Dan itu semua berawal dari memilih calon istri yang shalihah yang tumbuh dalam naungan keluarga dan lingkungan yang baik. Istri seperti inilah yang harus disiapkan untuk menjadi guru teladan sekolah pertama bagi anak-anak. Proses pembinaan di tengah keluarga (rumah) akan melalui berbagai tahapan sampai si anak menyadari keberadaannya dalam kasih sayang orang tuanya, sehingga anak-anak itu bisa merasakan kehanganan perhatian secara psikis dan pembinaan iman, sebelum mereka (anak-anak) memperoleh pemenuhan kebutuhan lahiriah. Sebagai salah satu bentuk perwujudan kandungan firman Allah:

Wahai orang-orang yang beriman peliharalah diri dan keluarga kalian dari api neraka (Qs at-Tahrim/66:6)

Ketika menjelaskan makna ayat di atas, para Ulama mengatakan:

Ajarilah dan didiklah mereka hal-hal yang bisa menyelamatkan mereka dari siksa neraka

Tugas ini merupakan amanah dan tanggung jawab yang sangat besar. Alangkah celaka orang yang menyia-nyiakan amanah ini. Nabi bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar:

Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang orang-orang yang dipimpinnya (HR. al Bukhari dan Muslim)

Di rumah, si buah hati mempelajari banyak hal dari kedua orang tuanya. Mereka adalah contoh dan panutan yang akan ditiru segala perkataan dan perbuatannya. Oleh karena itu, tugas orang tua dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anaknya merupakan tanggung-jawab yang sangat besar. Nabi telah menjelaskan betapa besar pengaruh orang tua bagi anak-anak dalam sabda beliau:

Setiap anak dilahirkan dalam fithrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia beragama yahudi nasrani atauapun majusi (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Beliau juga bersabda:

Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah jika mereka meninggalkannya ketika berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim)

Inilah tanggung-jawab besar yang dipikul oleh orang tua. Sungguh merupakan kesalahan yang teramat fatal akibatnya, ketika ada orang tua yang hanya memperhatikan kebutuhan jasmani anak, sementara kebutuhan yang lebih penting, kebutuhan rohani, diabaikan dan kurang dipedulikan.

Untuk itu, hendaknya para orang tua menjadi suri tauladan yang baik bagi anak-anaknya! Bimbinglah mereka agar senantiasa memperhatikan petunjul al-Qur’an dan Sunnah Nabi! Tunjukkanlah sikap lemah-lembuht dalam menghadapi berbagai kesalahan yang mereka lakukan! Dan biasakanlah mereka untuk senantiasa berperilaku santun kepada sesama, menjaga lisan, tidak mudah mencela, apalagi berdusta!

Selain itu, hendaklah para orang tua selalu memohon kepada Allah agar mencurahkan petunjuk dan karunia-Nya kepada anak-anak tercinta. Sebagaimana yang dicontohkan oleh para Nabi yang senantiasa memohonkan kebaikan bagi anak-anak mereka. Lihatlah! Nabi Ibrahim al-Khalil bermunajat kepada Allah dengan doa yang diabadikan dalam al-Qur’an:

Wahai Rabbku, anugrahkanlah kepadaku seorang ankan yang termasuk orang-orang sholeh (Qs as-Shaffat/37:100)

Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan kepada berhala (Qs Ibrahim/14:35)

Wahai Rabbku jadikanlah aku dan anak keturunanku sebagai orang yang tetap melaksanakan shalat (Qs Ibrahim/14:40)

Dengarkanlah juga doa Nabi Zakariya kepada Allah:

Wahai Rabbku anugrahkanlah kepadaku keturunan yang baik dari sisi-Mu (Qs Ali Imran/3:38)

Dan para nabi lainnya yang telah memohon dengan tulus kepada Allah agar menjadikan generasi penerus setelah mereka sebagai orang-orang sholeh. Terlebih lagi, Nabi Muhammad yang telah memberikan suri tauladan akhlak terpuji bagi seluruh umatnya dalam perkataan dan perbuatan, sehingga mereka yang mencintai beliau menjadi generasi shalih dan shalihah dengan mencontohkan dena mengikuti Sunnah beliau.

2. Sekolah

Tempat pendidikan yang ke dua adalah sekolah (madrasah), karena di sanalah para murid menghabiskan lebih dari setengah harinya dan menjalani berbagai macam keadaan. Maka tidak akan diragukan lagi jika sekolah memiliki pengaruh yang sangat besar dalam hal pendidikan anak sehingga menuntut para pelaku pendidikan (para pendidik) untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas dan kewajiban mereka baik dari segi pembelajaran maupun pembinaan.

Maka hendaknya para guru menjadi panutan dalam kebaikan, membimbing mereka dengan penuh rasa tanggung-jawab, berusaha semaksimal mungkin untuk mengamalkan ilmu yang telah dikuasai dan disampaikan kepada para siswa, tidak hanya sekedar mentrasfer pengetahun belaka, menyambung hubungan yang erat dengan para wali murid, agar pendidikan yang dilakukan dapat membuahkan hasil yang memuaskan, dan akhirnya akan muncul generasi Muslim yang kuat dan tangguh dalam menghadapi berbagai macam ujian dan cobaan, generasi yang shalih dan shalihah yang akan membawa keberkahan bagi dunia dan isinya. Demi Allah, ilmu tidak bermafaat bila tidak disertai dengan pembinaan akhlak dan adab!.

3. Masjid

Rumah Allah adalah sumber rasa aman, rasa lapang dan ketenangan. Di dalamnya, kaum Muslimin mempelajari al-Qur’an, Sunnah, dan berbagai macam ibadah. Di sanalah mereka bermunajat kepada Allah, menyebut dan mengagungkan nama-Nya. Masjid memiliki pengaruh yang sangat besar dalam proses tarbiyah Islamiyah. Ia bagaikan benteng kokoh yang memancarkan sinar dan perbaikan bagi masyarakat.

4. Media Informasi

Pada masa yang serba canggih seperti sekarang ini, tentunay media massa turut memberikan andil yang sangat besar terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Maka, sebagai umat Islam kita berkewajiban memanfaatkan nikmat yang begitu besar ini semaksimal mungkin dalam memberikan pengaruh positif kepada para generasi penerus umat, dan bahu-membahu membentengi mereka dari berbagai dampak negatif media telekomunikasi modern yang akan merusak diri, jiwa, dan agama mereka. Karena berbagai media massa yang pada beberapa waktu lalu hanya dapat dijumpai di perkotaan, sekarang sudah merambah ke tengah pedesaan. Bahkan dengan leluasa dapat menyelinap ke dalam rumah-rumah kaum Muslimin.

Coba lihat program-program dan acara-acara yang disiarkan stasiun-stasiun TV dan media-medoa di dunia maya yang sangat merusak sehingga berbagai upaya, usaha dan langkah cepat dan strategis harus segera ditempuh dalam menyelamatkan putra putri kaum Muslimin dari dampak negatif globalisasi. Karenanya, umat harus memanfaatkan media-media massa yang tersedia untuk menyebarkan nilai-nilai keislaman di tengah masyarakat. Sehingga nantinya nikmat yang diberikan oleh Allah ini tidak menjadi sumber malapetaka bagi umat manusia pada umumnya, dan kaum Muslimin pada khususnya.

Dan hal terpenting yang mesti memperoleh perhatian khusus, pembinaan dan mendidik kaum muslimah, baik itu anak perempuan, saudara perempuan maupun istri. Mereka harus dibiasakan untuk selalu berhias dengan rasa malu dan perangai yang terpuji. Karena banyaknya kemungkaran yang kian menyebar dan kerusakan yang kian mengakat, semua itu bermula dari tarbiyah Islamiyah yang mulai terabaikan, terutama terhadap kaum wanita pada khususnya.

Maka hendaknya para orang tua dan wali kaum muslimah senantia bertakwa kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanah tarbiayh yang dititipkan oleh Allah di atas pundak-pundak mereka. Mengajari mereka tentang adab-adab Islami, membiasakan mereka untuk tidak banyak keluar rumah kecuali jika ada alasan yang mendesak, memerintahkan mereka untuk selalu mengenakan pakaian muslimah syar’i yang merupakan pakaian kehormatan bagi kaum Muslimah, sehingga seluruh elemen masyarakat selamat dari segala fitnah. Wallahu a’lam

Disadur dari Nahwa Tarbiyati Amtsalin Fi Ashril Fadhaiyyat, Syaikh Abdur Rahman as Sudais dari kumpulan khutbah berjudul Kaukabatul Munifah Min Mibaril Ka’batil, yang dimuat pada Majalah As-Sunnah Edisi 03/Thn. VIV, Djumadil Tsani 1431 H, Juni 2010 M

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *