Durrah Binti Abu Lahab: Putri Paman Nabi (Bagian 2)

Sumber ilustrasi

Sebelumnya telah diceritakan bahwa Rasulullah mendapat perintah untuk mendakwahkan agama ini dengan terang-terangan, terutama kepada kerabat-kerabat dekatnya, berikut ini kisah selanjutnya.

Kemudian, Rasulullah naik ke puncak Shafa dan berseru kepada orang banyak, “Hai bani Fihr, hai bani Adiy! Mereka semua berkumpul, dan mereka yang tidak bisa datang mengutus seseorang untuk melihat ada apa gerangan. Datanglah Abu Lahab dan orang-orang Quraisy. Rasulullah bersabda, “apa pendapat kalian jika aku sampaikan berita bahwa di balik bukit ini ada kuda, apakah kalian percaya kepadaku?” Mereka menjawab, “Kami tidak pernah melihat engkau berdusta.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) adzab yang keras”. Abu Lahab angkat bicara, “Celaka kamu sepanjang hari ini. Apakah untuk ini kamu mengumpulkan kami? Kemudian turunlah firman Allah, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaidah kepadanya harta benda dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang dilehernya ada tali dari sabut.” (Al-Masad: 1-5). Kisah di atas diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Hidayah Menyinari Durrah

Dalam suasana gelap-gulita dan penuh dengan horor ini, lahirlah Durrah bintu Abu Lahab. Ia menyaksikan langsung kejadian yang menyeramkan itu. Akalnya menolak apa yang dilakukan ayahnya. Harta Abu Lahab yang melimpah ternyata tidak dapat membantunya.

Sekalipun mendapat berbagai tekanan dari lingkungan sekitarnya, Islam mendapatkan jalan masuk ke hati dan telinganya yang penuh kesadaran sehingga ia memiliki masuk Islam ketika di Mekkah. Allah mengeluarkannya dari kegelapan syirik menuju cahaya keimanan. Dialah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati.

Durrah berhijrah menuju Madinah Al-Munawwarah. Allah menetapkan baginya kebahagiaan dan taufik. Ia berhak menerima pahala orang yang berhijrah.

Durrah menikah dengan Al-Harits bin Naufal bin Al-Harits bin Abdul Muththallib. Ia melahirkan Uqbah, Al-Walid, dan Abu Muslim. Suaminya terbunuh dalam Perang Badar dalam keadaan musyrik. Selanjutnya, ia menikah dengan Dihyah Al-Kalbi.

Kedudukan di Sisi Nabi

Di Madinah Al-Munawwarah, Durrah membangun kedudukan yang baik di tengah kaum wanita shahabiah. Hanya saja pandangan yang penuh keraguan dari sebagian wanita mukminah sempat mempengaruhinya sehingga membuatnya merasa agak kesulitan. Dikarenakan ada sebagian kaum wanita yang memandang dirinya sebagai anak Abu Lahab, musuh Allah.

Kemudian, Durrah pun menghadap Rasulullah untuk mengadukan perkataan yang sangat memukul perasaannya tersebut. Rasulullah menenangkannnya dan bersabda, “Duduklah!” Beliau melaksanakan shalat dzuhur berjamaah. Setelah shalat selesai dilaksanakan, beliau duduk di mimbar sebentar lalu bersabda, “Wahai semua manusia, kenapa aku menyiksa keluargaku sendiri? Demi Allah, syafaatku akan diterima oleh kerabatku. Sekalipun besarnya penghalang, pasti mereka akan menerima syafaatku di Hari Kiamat”.

Riwayat lain juga menunjukkan kedudukan Durrah bahwa Nabi bersabda kepadanya, “Akan memurkakan Allah orang yang memurkakanmu.”

Demikianlah, Nabi memproses kesulitan ini menjadi kedudukan yang tinggi bagi Durrah. Sesungguhnya seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.

“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan memperlihatkan (kepadanya). Kemudian, akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (An-Najm: 39-41)

Engkau Dariku

Durrah tidak pernah jauh dari rumah Rasulullah yang suci. Ia sering mengunjungi Aisyah. Juga sering menyerap ilmu fikih darinya. Ia menandingi Aisyah dalam berbakti kepada Rasulullah. Dalam salah satu kunjungannya ke Aisyah, ia beruntung mendapatkan penghormatan dari Nabi yang sangat khusus. Durrah, meriwayatkan penghormatan ini, “Aku sedang berada di rumah Aisyah. Tiba-tiba Rasulullah datang seraya bersabda, “Beri aku air wudhu!” Kemudian, aku dan Aisyah segera mengambil kendi, Aisyah kalah cepat dariku. Aku berikan kendi kepada beliau. Beliau mengarahkan pandangannya kepadaku dengan bersabda, “Engkau dariku dan aku dari engkau.’” (diriwayatkan Imam Ahmad)

Ahli Hadits dan Penyiar

Durrah adalah salah seorang penyair dari kalangan wanita Quraisy. Ia juga salah seorang perawi hadits. Ia mengambil hadits dari Rasulullah dan mengambil hadits dari Rasulullah dan dari Aisyah sebanyak tiga buah hadits.

Di samping kecerdasan Durrah dalam meriwayatkan hadits dan menghafalnya, ia juga cerdas dalam membuat suatu karya sastra. Ia merupakan seorang penyair dengan karya yang sarat muatan makna.

Durrah terus menjaga kehormatan dan kedudukannya. Rasulullah wafat dalam keadaan ridha kepadanya. Ia hidup hingga tahun 20 Hijriah. Wafat di zaman pemerintahan Umar bin Khaththab.

Semoga Alah meridhai Durrah. Dengan mengucapkan salam perpisahan, kita merasa betapa indahnya mengingat sabda “Aku dari engkau dan engkau dariku.”

Disalin dari artikel yang dimuat dalam Majalah Nikah Vol.7, No 10, 15 Januari-15 Februari 2009/ Muharram-Shafar 1430

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *