Menghadap dan Membelakangi Kiblat Ketika Buang Hajat

Pertanyaan: \r\nTolong jelaskan hukum menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat \r\nbeserta dalilnya. Jelaskan pula tentang perbedaan pendapat diantara para ulama’ \r\ndalam masalah ini dan mana yang benar (rajih)?

\r\n

Jawaban: Ada dua \r\npendapat dalam masalah ini.

\r\n

Pendapat pertama \r\nmenyatakan keharamannya, baik dilakukan di dalam bangunan (wc) ataupun di luar \r\nbangunan, berdasarkan hadits dari Abu Hurairoh dari Nabi shalallahu alaihi wa \r\nsalam, beliau bersabda,

\r\n

“Apabila salah \r\nseorang dari kalian duduk untuk buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat \r\natau membelakanginya.” (HR. Ahmad dan Muslim)

\r\n

Begitu pula hadits dari \r\nAbu Ayyub Al-Anshari dari Nabi, beliau bersabda,

\r\n

“Apabila kalian \r\ndatang ke tempat buang hajat, maka janganlah kalian menghadap atau membelakangi \r\nkiblat ketika buang hajat besar atau kecil, tetapi menghadaplah ke Timur atau ke \r\nBarat.” Abu Ayyub berkata, “(ketika) kami sampai di Syam lalu kami mendapati \r\nwc-wc disana dibangun dengan posisi menghadap Ka\’bah, maka kamipun menyerongkan \r\nposisi duduk dan kami pun beristighfar (mohon ampun) kepada Allah.” (Muttafaq \r\n‘Alaih)

\r\n

Muslim meriwayatkan \r\ndari Salman, dia berkata,

\r\n

“Rasulullah \r\nsungguh-sungguh telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang hajat besar \r\natau kecil.”

\r\n

Pendapat kedua \r\nmenyatakan bahwa harus dibedakan antara buang hajat di dalam bangunan (wc) \r\ndengan di tempat terbuka. Diharamkan menghadap atau membelakangi kiblat ketika \r\nbuang hajat di tempat terbuka dan dibolehkan ketika berada di dalam bangunan \r\n(wc) berdasarkan hadits-hadits berikut.

\r\n

Hadits dari Ibnu Umar, \r\ndia berkata,

\r\n

“Pada suatu hari aku \r\nnaik keatas rumah Hafshah lalu terlihat olehku Rasulullah sedang buang hajat \r\ndengan menghadap ke syam dan membelakangi Ka’bah.” (HR. Jama’ah)

\r\n

Hadits dari Jabir bin \r\nAbdullah, dia berkata,

\r\n

“Rasulullah telah \r\nmelarang buang air kecil menghadap kiblat, akan tetapi setahun sebelum \r\nbeliau wafat aku melihat beliau buang air kecil menghadap kiblat.” \r\n(HR. lima kecuali Nasa’i)

\r\n

Dan Hadits dari ‘Aisyah \r\n-radhiyallahu’anha-, dia berkata: “Disampaikan dihadapan Rasulullah bahwa ada \r\nsebagian orang sahabat tidak suka menghadapkan kemaluan mereka ke arah kiblat, \r\nmaka beliau bersabda,

\r\n

‘Atau benar-benar \r\nmereka telah melakukan hal itu. Maka ubahlah tempat dudukku (di wc) dengan \r\nmenghadap kiblat.\’” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

\r\n

Begitu pula hadits dari \r\nMarwan Al-Ashfar, dia berkata, “Aku melihat Ibnu Umar menderumkan (mendudukkan) \r\nuntanya menghadap kiblat lalu beliau buang air kecil sedang beliau juga \r\nmenghadap kiblat, maka aku bertanya, “Wahai Abu Abdurrahman, bukankah Rasulullah \r\ntelah melarang hal itu? ’Beliau menjawab, Memang betul, tetapi beliau melarang \r\nhal itu (dilakukan) di tanah yang lapang. Kalau diantara kamu dan kiblat itu ada \r\nsesuatu yang menutupimu, maka tidak mengapa.” (HR. Abu Daud)

\r\n

Adapun pendapat yang \r\nrajih (benar) menurut saya (Syaikh Abdul Aziz Al-Muhammad As-Salman) adalah \r\nmengamalkan hadits Abu Ayyub karena itu yang lebih berhati-hati, yaitu menghadap \r\natau membelakangi kiblat ketika buang hajat besar atau kecil di dalam bangunan \r\natau di luar bangunan (tempat terbuka) adalah haram.

\r\n

[Pendapat ini juga \r\ntelah dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Al-Qoyyim menjelaskan \r\nbahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah (buang hajat dengan menghadap kiblat) \r\nadalah merupakan kekhususan beliau. Di samping itu, ada kaidah yang berbunyi \r\n“apabila bertentangan antara ucapan Nabi dengan perbuatan beliau, maka yang \r\ndidahulukan adalah ucapannya.” Contoh yang lain adalah beliau membatasi umatnya \r\nmenikah tidak boleh lebih dari empat (yaitu lewat ucapannya), padahal beliau \r\nsendiri menikah dengan sembilan wanita (dan ini adalah perbuatannya), maka yang \r\ndidahulukan adalah ucapannya].  

\r\n

Diambil dari: Majalah \r\nFatawa Volume 04/I/1423 H – 2003 M

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *