Rasulullah Mentadaburi Bacaan Al-Qur’an | Jilbab Online

Sumber ilustrasi

Tadabbur al-Qur’an bermakna merenungi makna-maknanya, konsentrasi dalam memikirkannya, dan memahami prinsip-prinsip ajarannya dan hal-hal yang berhubungan dengannya[1]. Allah berfirman:

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapatkan pelanaran orang-orang yang mempunyai pikiran (QS. Shad/38:29)

“Inilah hikmah al-Qur’an diturunkan. Yakni, agar manusia mentadabburi ayat-ayatnya, menguak ilmu-ilmunya, dan merenungkan rahasia-rahasia dan hukum-hukumnya… Ini menunjukkan ajakan untuk mentadabbur al-Qur’an, danitu termasuk amalan paling utama. Sekaligus (juga) menunjukkan bahwa bacaan yang berisi tadabbur lebih baik daripada bacaan cepat yang tidak mendatangkan hasil (tadabbur)”. [2]

Rasulullah dan Tadabbur al-Qur’an

Nabi Muhammad telah mencapai tingkatan tertinggi dan kedudukan puncak dalam mentadabburi al-Qur’an dan mengambil pelajaran darinya.

Dari ‘Atha: “Aku bersama ‘Ubaid bin ‘Umair menemui ‘Aisyah. ‘Ubaid bin ‘Umair berkata (meninta keterangan dari ‘Aisyah): “(Tolong) ceritakan kepada kami satu peristiwa yang paling menakjubkan yang pernah engkau saksikan pada diri Rasulullah”. ‘Aisyah bercerita, “Satu malam, beliau bangun serta berkata (kepadaku): “Wahai ‘Aisyah, biarkan aku beribadah kepada Rabbku”. ‘Aisyah menjawab, “Demi Allah, aku suka berdampingan denganmu. Dan aku menyukai apa yang menyenangkanmu”. Kemudian beliau bangun, dan mengambil air wudhu, dan selanjutnya shalat. (Dalam shalatnya), beliau menangis sampai (air matanya) membasuhi tanah. Kemudian Bilal datang mengabari beliau shalat. Tatkala menyaksikan Nabi sedang menangis, Bilal bertanya, “Wahai Rasulullah, (mengapa) engkau menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang sudah berlalu dan yang akan datang?. Nabi menjawab, “Tidakkah boleh aku menjadi hamba yang bersyukur? Malam ini, telah turun kepadaku beberapa ayat. Celaka bagi siapa saja yang tidak memikirkan kandungannya yaitu firman Allah: {Sesungguhnya dalam penciptaan langint dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (QS. Ali ‘Imran/3:190)} [3]

Lebih mengharukan lagi, pernyataan Sahabat Ibnu ‘Abbas yang menceritakan tentang pengaruh tadabbur ayat-ayat al-Qur’an yang memuat berita-berita hari Kiamat pada fisik Rasulullah, tepatnya perubahan warna rambut beliau. Sahabat Ibnu ‘Abbas meriwayatkan, “Abu Bakar berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, engkau telah beruban”. Rasulullah menjawab, “Surat Hud, al-Waqi’ah, al-Mursalat, ‘Amma Yatasa-alun dan Idzasysyamsu kuwwirat [4], telah membuatku beruban.”

Para Ulama menerangkan, tampaknya hal itu (memutihkan rambut) dikarenakan kandungan surat-surat tersebut yang memuat berita menakutkan yang sangat menggetarkan jiwa dan ancaman yang sangat pedih. Meski surat-surat itu pendek, akan tetapi mengabarkan kondisi orang-orang di akherat, dan kesengsaraan-kesengsaraan di sana, dan orang-orang yang binasa dan tersiksa, disamping pada sebagaian surat itu (Surat Hud) terdapat kandungan perintah agar selalu istiqomah (di jalan Allah). [5]

Sahabat Nabi dan Membaca al-Qur’an

Abu Bakar ash-Shiddiq

‘Aisyah, istri Nabi meriwayatkan “Abu Bakar (ayahnya) adalah seorang lelaki yang mudah menangis. Beliau tidak mampu menahan air mata ketika membaca al-Qur’an” (Shahihul Bukhari no. 3905)

Umar bin Khaththab

Dari ‘Abdullah bin Syaddad bin Had mengatakan, “Aku pernah mendengar ‘Umar membaca surat Yusuf dalam shalat Subuh dan aku mendengar isakannya. Aku berada di akhir shaf. (Isakannya saat) beliau sedang membaca (QS. Yusuf/12:86): “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku”. [6]

Dari Nafi, maula Ibnu ‘Umar, ia berkata,

“Tidaklah Ibnu ‘Umar membaca dua ayat ini dari akhir surat al-Baqarah kecuali pasti menangis. (Yaitu ayat no, 284): “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan. niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka, Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Setelah membacanya, Ibnu’ Umar mengatakan, “perhitungan ini sangat menyulitkan.”[7]

Ini sebagian kecil potret tadabbur Salafus Shaleh ketika membaca Kitabullah. Di akhir tulisan ini, mari kita renungi perkataan Imam Ibnu Jarir ath-Thabari, “Aku betul-betul merasa aneh terhadap orang yang membaca al-Qur’an, akan tetapi ia tidak mengetahui tafsirnya, bagaimana ia bisa menikmati membaca al-Qur’an?. Wallau a’lam

Catatan Kaki:

  1. Lihat Tafsir as-Sa’di
  2. Tafsir as-Sa’di hlm. 777
  3. HR. Ibnu Hibban dengan sanad jayyid. Lihat ash-Shahihah 68
  4. HR. at-Tirmidzi, Lihat ash-Shahihah no. 955
  5. Jami’ul Ushul,Ibnul Atsir 2/193
  6. Manawibu ‘Umar bin Kaththab, Imam Ibnul Juzi hlm. 159
  7. Hilyatul Auliya, Iman Abu Nu’aim 1/305

Tulisan oleh Abu Minhal ini disalin dari majalah As-Sunnah No. 02 Tahun VX

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *