Panggilan Sayang dan Hadiah: Pembawa Pesan Cinta

Sumber ilustrasi

Seorang istri tentu akan sangat bahagia, bila dipanggil suaminya dengan panggilan sayang. Sayang, tidak banyak suami yang mau mempraktikkan hal ini, walau sang suami teladan, Rasulullah telah memberikan contoh dalam hal ini.

Rasulullah sering memanggil Aisyah dengan sapaan, “Ya ‘Aisy”[1]

Kadang-kadang, beliau memanggilnya dengan “Ya Humaira!” (Wahai wanita yang putih kemerah-merahan).

Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa ia berkata, “Rasulullah memanggilku, sedangkan ketika itu orang-orang Habasyah sedang bermain tombak di masjid pada hari ‘Id. Beliau berkata kepadaku, ‘Wahai Humaira’, apakah kamu ingin menyaksikan mereka? Aku jawab, ‘Ya’”[2]

Karena itulah wahai para suami, jangan pelit untuk sekedar memanggil istrimu dengan sapaan yang menyenangkan hatinya. Sekedar memanggilnya, “Dik,” atau “Dinda,” itu pun sudah akan sangat menyenangkan hatinya, apalagi bila engkau memanggilnya dengan lembut. Sungguh, panggilan mesra seorang suami kepada istrinya itu akan memberikan pengaruh positif yang sangat besar bagi psikologis seorang istri. Panggilan sayang yang tampaknya sepele itu, akan memberikan gairah bagi seorang istri, untuk selalu bersemangat dalam menjalankan tugasnya sebagai istri sekaligus ibu bagi anak-anaknya.

Hal itu disebabkan karena di balik panggilan sayang itu, tersimpan “pesan cinta” dari seorang suami terhadap istrinya. Bila setiap kali suaminya memulai komunikasi dengan panggilan sayang, seorang istri akan merasa bahwa suaminya menyayanginya.

Misalnya, “Dik…bagaimana pendapatmu tentang…” Atau, “Dinda, tolong bikinkan kopi ya…”

Atau, “Sayang, bagaiamana keadaan anak-anak kita hari ini?”

Betapa menyejukkan cara komunikasi dengan seorang suami, bila bisa seperti itu. Tentunya, istri yang baik akan membalas atau menjawabnya dengan hal yang serupa.

Seringkali, pada masa pengantin baru seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan sayang. Namun, seiring berlalunya waktu, panggilan yang indah itu hilang entah ke mana. Suaminya berkomunikasi tanpa pernah memanggilnya lagi, apalagi dengan panggilan sayang penuh cinta. Hendaknya, suami yang baik tidaklah berbuat demikian. Karena semakin hari beban istri semakin berat, dan ia lebih membutuhkan perhatian, juga dorongan moril, meski sekedar dengan panggilan sayang.

Selain panggilan sayang, hendaknya seorang suami juga suka memberikan hadiah kepada istrinya. Berikanlah, walau ia tak meminta. Karena hadiah itu sangat penting. Ia akan menambah cinta antara dua pasangan.

Dalam hadits disebutkan,

“Salinglah memberi hadiah, niscaya kalian akan saling cinta*”[3]

Hadiah tidak harus mahal. TIdak ada kaitan antara kadar cinta dengan nilai hadiah.

Sekuntum bunga yang indah pun, sudah bisa menjadi hadiah terindah bagi seorang istri. Demikian pula, sebungkus oleh-oleh makanan atau buah kesukaannya, cukuplah sebagai pembawa pesan cinta dari sang suami.

Hendaknya, janganlah seorang suami menyepelekan atau meremehkan hal-hal “kecil” itu. Karena hal-hal yang tampaknya “kecil” itu, bisa menjadi penyokong tegaknya sakinah, mawaddah wa rahmah dalam keluarga kita.

Sekali-kali jangan mengira bahwa hanya wanita yang “cengeng” dan kekanak-kanakan saja yang suka disapa dengan panggilan sayang, dan suka diberi hadiah. Atau menganggap bahwa seorang lelaki jantan tidak mungkin memberikan sekuntum bunga pada istrinya, karena itu mirip yang dilakukan anak ingusan yang sedang dilanda cinta monyet. Itu tidak benar.

Yang harus Anda lakukan adalah: jangan kalah dengan anak ingusan yang sedang dilanda cinta monyet itu. Bawakanlah pesan cinta bagi kekasihmu, yang telah rela menyerahkan diri dan baktinya padamu.

Keterangan:

[1] Diriwayatkan oleh Bukhari

[2] Diriwayatkan An-Nasa’i. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari mengatakan, “Isnad hadits ini shahih. Saya tidak melihat penyebutan kata Humaira’ dalam hadits shahih, kecuali dalam hadits ini.”

[3] Muwatha’ Imam Malik.

Dari Majalah Fatawa Vol IV, Dzulhijjah 1429/ Desember 2009

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *