Membangun Jiwa Cinta Akhirat (2)

“Tidaklah seseorang itu memperbanyak mengingat kematian malainkan akan terlihat dalam amalannya, dan panjangnya angan seorang hamba itu pasti terlihat dari buruknya amalan dia.” (Hasan Al-Bashri) . “Demi Allah, sampai kapan pun tidak akan berkumpul dalam hati seorang hamba kesedihan mengingat akherat dan rasa senang dengan dunia, sesungguhnya salah satu akan menghalau pemiliknya.” (Malik bin Dinar) 

Ciri – Ciri Orang Yang berorientasi Akherat

1.   Rasa Takut dan Sedih

Meskipun mereka berharap terhadap rahmat Allah dan tetap mentaati-Nya, namun mereka tidak bergantung begitu saja kepada semua itu, tetapi mereka justru merasa sedih  atas segala kekurangan dan mereka juga diliputi rasa sesal setiap kali berbuat dosa meskipun kecil. Jiwa mereka keluar dari suasana kebekuaan dan kedunguan, mereka selulu dalam keadaan sadar dan ingat.

Mereka merasa sedih dengan kezhaliman, penindasan dan pengusiran yang menimpa kaum muslimin. Mereka mersa sedih dengan kerendahan, kelemahan dan kehinaan yang dicapai kaum muslimin. Mereka merasa sedih melihat keadaan kaum muslimin yang terjerumus dalam kemaksiatan, penyimpangan dan berkubang dalam kenikmatan. Demikian pula dengan lingkungan dimana saudara-saudaranya hidup dalam kelalaian dan jauh dari Allah. Wanita-wanita yang bersufur dan bertabaruj menjadikan mereka sedih.

Media-media bobrok dan destruktif yang mereka saksikan membuat mereka  sedih.
Kesedihan dan kekhawatiran yang paling dahsyat adalah masalah akhir hayat, bahkan inilah kesedihan yang menjadikan hati mereka teriris dan mata mereka penuh tangisan air mata karena takut mati dalam keadan su’ul khotimah.

Sufyan Tsauri pernah berkata, “Aku khawatir dicatat dalam Ummul Kitab menjadi orang yang merugi, aku takut imanku tercabut menjelang datangnya kematian.”
Malik bin Dinar pernah sholat sepanjang malam sambil menggengam jenggotnya sembari berkata, “Wahai Rabbku, engkau telah mengetahui siapa penghuni surga dan siapa penghuni neraka, maka di negeri manakah Malik (bin Dinar) ani akan tinggal.”

Sesungguhnya urusan akherat hayat telah merobohkan tempat tidur-tempat tidur mereka, namun mereka sama sekali tidak tertipu  dengan banyaknya ibadah yang  mereka lakukan.

Ibnu Rojab berkata, “Sesungguhnya akhir hayat yang jelek itu terjadi karena ada sesuatu yang tersemunyi  pada seorang hamba, di mana manusia tidak mengetahuinya yang ini menyebabkan akhir yang jelek ketika mati.”

Ibu Qoyyim berkata, “Seandainya tidak ada kecurangan dan kerusakan nisca Allah tidak akan membalikkan keimanannya. “

Sesungguhnya kesedihan mereka ini selalu mendorong untuk selalu bertaubat dan membersihkan diri dari berbagai debu dosa. Apabila mereka tertinggal sholat fajar, dapat diketahui ketika pagi atau siang harinya, dan mereka berusaha untuk mengganti yang tertinggal tadi dengan dengan sesegera dan secepat mungkin berbuat kebajikan, terkadang ia akan berwudhu kemudian menunggu sholat yang berikutnya sebagai  ganti dari apa yang tertinggal.
 
Anda akan melihatnya sedih dan susah dengan dosa dan kesalahan yang dia lakukan sampai ia bisa menghapusnya dengan kebaikan,
“Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk….. ” {Hud (11): 114}

Berbeda  dengan para pedamba dunia, kesedihan dan kesusahan mereka semata-mata karena dunia. Ia membuat kesedihan dan kesusuhan karena memikirkan urusan masa depan dan rezeki. Ada seorang wanita yang mengatakan, “Semalaman aku tidak tidur memikirkan model busana yang akan kukenangkan. ”

2. Tekun Dalam Beramal Untuk Akherat

Kesedihan yang menimpa mereka disebabkan pengharapan terhadap akherat, rasa takut dan senantiasa mengingat kematian tidak menjadikan mereka mengurung diri di dalam rumah dan menangisi diri mereka, tetapi kesedihan itu justru menjadi penggerak terbesar bagi mereka untuk memperbaiki dan menyucikan diri serta bersegera sebelum waktu berlalu. Oleh karena itu Malik bin dinar pernah mengatakan, ” segala sesuatu itu ada penyemangatnya, dan penyemangat untuk beramal sholeh adalah kesedihan.”

Rasa takut para pendamba akherat menghasung mereka untuk menambah amal kebajikan, sementara orang yang merasa aman dan tertipu dengan amalan yang telah ia kerjakan akan di kuasai perasaan malas dan menunda-nunda pekerjaan, ia sangat jarang bersikap wara’ karena mengandalkan ampunan dari Rabbnya, makanya Hatin Al-Asham mengatakan:

“Barang siapa yang hatinya kosong dari mengingat empat masa yang mendebarkan, maka ia termasuk oarang yang tertipu dan tidak akan selamat dari kebinasaan:

Pertama: Saat mendebarkan ketika hari mitsaq (diambil perjanjian) tatkala dikatakan, ‘Golongan ini berada di surga dan aku tidak perduli, dan golongan yang ini berada di neraka dan aku tidak perduli, sementara ia tidak mengetahui masuk golongan manakah dirinya?’

Kedua: saat mendebarkan tatkala ia diciptakan dalam tiga kegelapan; lalu malaikat menyerukan akan kesengsaraan atau kebahagiaan, sementara ia tidak mengerti apakah ia termasuk orang yang sengsara atau orang yang berbahagia?

Ketiga: Ketika ia di perlihatkan kepada amalanya, sementara ia tidak tau apakah ia akan mendapat kabar gembira memperoleh ridho Allah atau kemurkaan-Nya?

Keempat: Dari ketika manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, sementara ia tidak tau jalan mana yang hendak ia tempuh?”

3. Terkesan Melihat Kematian Serta Membayangkan Bagaimana Kematian Yang Sesungguhnya

Hal itu menjadikan hatinya hidup, mereka selalu mengkaitkan apa yang mereka saksikan di dunia dengan kehidupan akherat. Dan sesuatu yang paling membekas adalah kematian yang pernah meraka saksikan serta saat-saat sekarat.

Seorang tabi’in agung; Ibrohim An-Nakho’i berkata,” Apabila kami menghadiri jenazah atau mendengar berita kematian, kami dapat mengetahuinya beberapa hari sebelumnya, dikarenakan kami tahu ada sebuah peristiwa yang menimpanya di mana itu akan menghantarkannya kesurga atau pun keneraka.”

Orang yang sering mengingat kematian hatinya akan selalu teringat kepada akherat dan rasa takut kepadanya akan bertambah, kemudian dunia akan hilang dari pandangannya, Syamith bin Aj’lan berkata,” Barang siapa yang menjadikan kematian separoh pandangan matanya, maka ia tidak akan perduli dengan sempit maupun lapangnya urusan dunia.”

Semua ini tersimpulkan dalam perkataan Hasan Al-Bashri, “Tidaklah seseorang itu memperbanyak mengingat kematian malainkan akan terlihat dalam amalannya, dan panjangnya angan seorang hamba itu pasti terlihat dari buruknya amalan dia.”
 
Adapun para pedamba dunia yang hatinya mengeras serta terselubungi kelalaian, mereka akan berpaling dari mengingat kematian, ia merasa terganggu untuk mengingatnya dan mengira bahwa itu dapat memalingkannya dari kematiannya atau dapat menipu kematian itu, padahal sebenarnya mereka menipu diri mereka sendiri.
Al-Quran telah membantah orang-orang yang memiliki konyol seperti ini:
“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, ……” {Al-Jumu’ah (62): 8}

Sebab-Sebab Yang Menghalangi Dari mengingat Akherat

1.  Mengejar dan Berambisi kepada Dunia

Tak dapat dipungkiri bahwa sibuk mengurusi dunia dengan melalaikan akheratlah sebab terbesar lemahnya persiapan guna beramal untuk kehidupan setelah mati.
 
Makna dicelanya menyibukkan diri dengan urusan dunia adalah kalau semua urusan dunia itu baik berupa harta, istri, anak, rumah, dan makanan menjadi tujuan dan orientasi, dan dunia itu dicintai serta ditaati selain Allahk. Semakin hamba itu memperhatikan dunia dan bergerak semata karenanya, semakin keluar dari hatinya keinginan terhadap akherat serta beramal untuknya, sebagai mana dikatakan oleh Malik bin Dinar, ” Demi Allah, sampai kapan pun tidak akan berkumpul dalam hati seorang hamba kesedihan mengingat akherat dan rasa senang dengan dunia, sesungguhnya salah satu akan menghalau pemiliknya.”

2.  Tidak Pernah Mengingat Mati Serta Kedahsyatan hari kiamat

Maka tidak pernah terlintas dalam fikiran mereka baik ketika sholat, terdiam dan ketika meyendiri serta dalam semua tindakannya bayangan tentang negeri akherat, mengingat kematian dan apa yang akan terjadi sesudah itu. Mereka tidak merasakan dan meresapi suasana pemandangan akhjerat, akhirnya waktu dan umur mereka terbuang sia-sia.

Adapun pendamba akherat, perasan mereka sangat peka dan tajam untuk mengingat akherat dalam segala kondisi dan tempat, mereka merasa muak menyaksikan orang-orang yang lalai dimana waktu mereka habis untuk tertawa dan berolok-olok. Pengaruh seperti ini dapat kita lihat dengan jelas dalam kehidupan Hasan Al-Bashri, dalam sebuah kisahnya disebutkan bahwa bia pernah melewati seseorang yang tertawa, maka ia berkata kepadanya, ” Wahai anak saudaraku, apakah anda pernah melewati Shiroth?” tentu saja ia menjawab, ” Belum ” Hasan  Bashri pun berujar, ” lantas tahukah anda, kesurga ataukah keneraka anda akan pergi? ” lelaki itu menjawab lagi, ” Tentu saja tidak ” Beliau berkata, ” semoga Allah melimpahkan kesejehteraan pada anda, lalu mengapa anda sempat-sempatnya tertawa padahal urusan begitu mengerikan.”

Meskipun begitu, tertawa sendiri merupakan  naluri kemanusiaan yang tidak bisa dihindari, Allah kberfirman:

” Dan bahwasanya dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,” 
{An-Najm (53): 43}
 
Rosullah juga pernah tertawa hingga nampak gigi gerahamnya, tetapi tertawa yang dilarang disini adalah ketika berlarut-larut dan lalai sebagaimana tertawanya kebanyakan orang yang mana mereka  mengundang tawa dengan saling mencela  dan perkataan-perkataan dusta, ia tidak terdiam kecuali bagaimana bisa tertawa dan tidak memandang kecuali apa yang bisa membuat tertawa.

3.  Merasa Aman dalam kondisi Sehat

Di antara mereka ada yang tertipu dengan kondisa sehat wal afiat dan masa muda. Padahal kalau ia mau mengerti, kesehatan itu ibarat titipan, yang sangat mungkin titipan itu diminta kembali ketika nyawa masih melekat di badan.

Terlebih lagi kalau kesehatan ini di iringi adanya kekuasaan, pangkat dan kekayaan, ia akan semakin lupa kepada akherat dan lalai untuk menyiapkan perbekalan ke sana. Seorang penyair bersenandung:
Apabila orang telah melahirkan keturunannya
Lalu ia di uji lantaran tubuhnya telah renta
Dan ia di timpa penyakit berkali-kali
Itu pertanda sebentar lagi masa mengetam tanaman telah tiba

Di sini, sang penyair menyebutkan ada tiga pertanda kematian yang telah dekat; ketika ia telah menyaksikan anak cucunya, melemahnya badan karena tua dan penyakit yang datang berturut-turut. Sesehat apapun dia, ia tetaplah ibarat tanaman yang sudah ranum dam matang di mana masa memetiknya hampir tiba.

Beberapa  Teladan dari Pencinta akherat
Kalau kita mau menelusuri kisah-kisah para Sahabat, Tabi’in dan para Salafus Sholih serta bagai mana mereka begitu perhatian dan sibuk dengan urusan akherat, tentu kita akn melihat sesuatu yann begitu menakjubkan. Di antara kisahnya,

Pernah pada suatu hari, ‘Umar dalam sholat fajar membaca ayat:
” Apabila ditiup sangkakala,” {Al-Muddatstsir (74): 8}
Seketika itu juga ia tersungkur dan sakit sampai orang-orang pada menjenguknya.
Ibnu Mas’ud tak jauh berbada dengan sahabat yang lain, ia selalu mengkaitkan apa yang ia lihat dengan kehidupan akherat, pernah suatu ketika ia melihat alat peniup pandai besi sampai-sampai ia terjatuh. Pernah juga ketika ia menyaksikan para pandai besi, begitu menyaksikan besi yang terpanggang ia langsung menangis.

Adalah Sufyan Tsauri disebabkan ketergantungannya yang begitu hebat kepada akherat serta sibuknya pikiran dia padanya, seolah ia datang langsung dari sana untuk menceritakan tentangnya dan ia seperti menyaksikannya sendiri. Abu Nua’im mengisahkan, ” Apabila Sufyan ingat akan kematian, ia tidak akan bisa diusik selama beberapa hari.”

Ibnu Mahdi berkata, ” Aku belum pernah bergaul dengan manusia yang lebih halus perasaannya melebihi dia. Ia tidak pernah tidur kecuali di awal malam, tiba-tiba saja ia bergetar ketakutan seraya berteriak, ‘Neraka! Neraka! Neraka benar-benar membuatku tidak sempat untuk tidur dan memenuhi syahwat.’ “
 
Ada wanita ahli ibadah bernama Robi’ah Asy-Syamiyah yang mengatakan, “Tidaklah aku mendengar suara adzan melainkan aku teringat akan penyeru di hari kiamat, tidaklah aku melihat putihnya salju melainkan seolah aku  menyaksikan pembagian lembar catatan amal dan tidaklah aku melihat gerombolan belalang melainkan teringat akan hari perhimpunan. “
 
Mathor Al-Waroq menceritakan perihal dirinya dan temannya seorang tabi’in bernama Harom bin Hayyan, bahwa keduanya terkadang mendatangi pasar Roihan bersama-sama di waktu siang, lalu keduanya berdoa memohon pada Allahl, kemudian bila mereka datang kepada pandai besi, meraka berlindung kapada Allahldari neraka sebelum akhirnya berpisah menuju rumah masing-masing.

Inilah sekelumit tauladan dari para generasi yang mulia tadi, di mana mereka selalu menyimpan cita-cita akherat, kemudiam mengaitkan kehidupan dan segala yang mereka lihat di dunia dengan kehidupan akherat.

Kita memohon kepada Allahlagar selalu melimpahkan taufik-Nya kepada kita untuk beramal sholih, serta berkenan menganugerahkan kepada kita tauladan yang baik, dan kita berlindung kepada-Nya dari kelalaian serta godaan-godaan setan. Tak lupa juga kita memohon kepada Allahluntuk menjadikan akibat yang baik dalam setiap urusan serta menghindarkan kita dari kehinaan di dunia dan siksa di akherat. Segala puji bagi AllahlRabb semesta alam. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad ` beserta seganap keluarga dan sahabatnya.

Di tulis ulang dari buku: “Zuhud Dunia Cinta Akherat Sikap Hidup Para Nabi Dan Orang-Orang Sholih” Penerbit Al-Qowam Cetakan III Halaman 155-192 Oleh Ummu Cinta_Jmbi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *