Saudariku, Apa yang Menghalangimu Berhijab? (VI)

H. SYUBHAT KETUJUH: MODE DAN BUKAN HIJAB

rn

Sebagian wanita muslimah yang tidak berhijab, mengulang-ulang syubhat yang rnintinya, tidak ada yang disebut hijab secara hakiki, ia sekedar mode. Maka, jika rnitu hanya mode, kenapa harus dipaksakan untuk mengenakannya?  Mereka lalu rnmenyebutkan beberapa kenyataan serta penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian rnukhti ber-hijab yang pernah mereka saksikan. Sebelum membantah syubhat ini, kami rnperlu mengetengahkan, ada enam macam alasan yang karenanya seorang ukhti rnmengenakan hijab.

rn

Pertama, ia ber-hijab untuk menutupi sebagian cacat tubuh yang dideritanya. rn

rn

Kedua, ia ber-hijab untuk bisa mendapatkan jodoh. Sebab sebagian besar rnpemuda, yang taat menjalankan syari’at agama atau tidak, selalu mengutamakan rnwanita yang berhijab.

rn

Ketiga, ia ber-hijab untuk mengelabui orang lain bahwa dirinya orang rnbaik-baik. Padahal, sebenarnya ia suka melanggar syarilat Allah. Dengan rnber-hijab, maka keluarganya akan percaya terhadap kesalihannya, orang tidak rnragu-ragu tentangnya. Akhirnya, dia bisa bebas ke luar rumah kapan dan ke mana rndia suka, dan tidak akan ada seorang pun yang menghalanginya.

rn

Keempat, ia memakai hijab untuk mengikuti mode, hal ini lazim disebut dengan rn”hijab ala Prancis”. Mode itu biasanya menampakkan sebagian jalinan rambutnya, rnmemperlihatkan bagian atas dadanya, memakai rok hingga pertengahan betis, rnmemperlihatkan lekuk tubuhnya. Terkadang memakai kain yang tipis sekali sehingga rntampak jelas warna kulitnya, kadang-kadang juga memakai celana panjang. Untuk rnmelengkapi mode tersebut, ia memoles wajahnya dengan berbagaimacam make up, juga rnmenyemprotkan parfum, sehingga menebar bau harum pada setiap orang yang rndilaluinya. Dia menolak syariat Allah, yakni perintah mengenakan hijab. rnSelanjutnya lebih mengutamakan mode-mode buatan manusia. Seperti Christian Dior, rnValentine, San Lauren, Canal, Cartier dan merek dari nama-nama orang-orang kafir rnlainnya.

rn

Kelima, ia ber-hijab karena paksaan darikedua orang tuanya yang mendidiknya rnsecara keras di bidang agama, atau karena melihat keluarganya semua ber-hijab, rnsehingga ia terpaksa menggunakannya, padahal dalam hatinya ia tidak suka. Jika rntidak mengenakan, ia takut akan mendapat teror dan hardikan dari keluarganya. rnGolongan wanita seperti ini, jika tidak melihat ada orang yang mengawasinya, rnserta merta ia akan melepas hijabnya, sebab ia tidak percaya dan belum mantap rndengan hijab.

rn

Keenam, ia mengenakan hijab karena mengikuti aturan-aturan syari’at. Ia rnpercaya bahwa hijab adalah wajib, sehingga ia takut melepaskannya.Ia berhijab rnhanya karena mengharapkan ridha Allah, tidak karena makhluk. Wanita ber-hijab rnjenis ini, akan selalu memperhatikan ketentuan-ketentuan ber-hijab, di rnantaranya:
a. Hijab itu longgar, sehingga tidak membentuk lekuk-lekuk tubuh. rn
b. Tebal, hingga tidak kelihatan sedikit pun bagian tubuhnya.
c. Tidak rnmemakai wangi-wangian.
d. Tidak meniru mode pakaian wanita-wanita kafir, rnsehingga wanita-wanita muslimah memiliki identitas pakaian yang dikenal.
e. rnTidak memilih wama kain yang kontras (menyala), sehingga menjadi pusat perhatian rnorang.
f. Hendaknya menutupi seluruh tubuh, selain wajah dan kedua telapak rntangan, menurut suatu pendapat, atau menutupi seluruh tubuh dan yang tampak rnhanya mata, menurut pendapat yang lain.
g. Hendaknya tidak menyerupai rnpakaian laki-laki, sebab hal tersebut dilarang oleh syara’.
h. Tidak memakai rnpakaian yang sedang menjadi mode dengan tujuan pamer misalnya, sehingga ia rnterjerumus kepada sifat membanggakan diri yang dilarang agama.

rn

Selain ber-hijab yang disebutkan terakhir (nomor enam), maka alasan-alasan rnmengenakan hijab adalah keliru dan bukan karena mengharap ridha Allah. Ini bukan rnberarti, tidak ada orang yang menginginkan ridha Allah dalam ber-hijab. rnBer-hijablah sesuai dengan batas-batas yang ditentukan syari’at, sehingga anda rntermasuk dalam golongan wanita yang ber-hijab karena mencari ridha Allah dan rntakut akan murkaNya.

rn

I. SYUBHAT KEDELAPAN: MENGHALANGI BERHIAS

rn

Syubhat ini -sebagaimana yang terdahulu- lebih tepat disebut syahwat daripada rnsyubhat. Ia adalah nafsu buruk, sehingga menghalangi para wanita ber-hijab. rn
Tetapi wanita yang menurutkan dirinya di belakang nafsu ini. Patut kita rnpertanyakan: ”Untuk siapa engkau pamer aurat? Untuk siapa engkau berhias?” Jika rnjawabannya: ”Aku memamerkan tubuhku dan bersolek agar semua orang mengetahui rnkecantikan dan kelebihan diriku,” maka kembali kita perlu bertanya:
”Apakah rnkamu rela, kecantikanmu itu dinikmati oleh orang yang dekat dan yang jauh rndarimu?”
”Relakah kamu menjadi barang dagangan yang murah, bagi semua orang, rnbaik yang jahat maupun yang terhormat?”
”Bagaimana engkau bisa menyelamatkan rndirimu dari mata para serigala yang berwujud manusia?”. ”Maukah kamu, jika rndirimu dihargai serendah itu?”

rn

1. Kisah Nyata
Seorang artis terkenal, mengadakan lawatan di salah satu rnnegara teluk, untuk memeriahkan sebuah pesta malam kolosal di negara tersebut. rnBersama grupnya, ia akan menggelar konser spektakuler.
Salah seorang wanita rnshalihah menghubungi artis tersebut via telepon. Ia akan melaksanakan tugas amar rnma’ruf nahi munkar. Segera ia mencari nomor telepon kamar di hotel tempat artis rnitu menginap. Setelah menemukannya, ia segera menghubungi.

rn

Selanjutnya tejadilah dialog seperti di bawah ini:
Ukhti: ”kami ucapkan rnselamat atas kedatangan anda di negeri kami. Kami senang sekali atas kehadiran rnanda disini. Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada anda, saya harap rnanda sudi menjawabnya.”
Artis: ” Dengan segala senang hati, silahkan anda rnbertanya!”
Ukhti: ”Jika anda memiliki barang yang berharga, dimana anada akan rnmeletakkannya?”
Artis:”Di tempat yang khusus, aku akan menguncinya sehingga rntidak seorangpun bisa mengambil.”
Ukhti:”Jika sesuatu itu barang yang amat rnberharga sekali, di mana anda akan menyembunyikannya?”
Artis:”Di tempat yang rnsangat khusus, sehingga tak ada satu tangan pun bisa menyentuhnya.”
Ukhti: rn”Apakah sesuatu yang paling berharga yang dimiliki oleh seorang wanita?” rn
Artis : ”(Lama tidak ada jawaban)
Ukhti: Bukankah kesucian dirinya rnsesuatu yang paling berharga yang ia miliki?”
Artis : ”Benar….Benar, sesuatu rnyang paling berharga dari milik wanita adalah kesuciannya.”
Ukhti: ‘Apakah rnsesuatu yang amat berharga itu boleh dipertontonkan dimuka umum?”
Dari sini rnartis itu mengetahui kemana arah pembicaraan selanjutnya. Ia tercenung beberapa rnsaat, lalu berteriak riang, seakan suara itu dari lubuk fithrahnya. Ia rntersadarkan.
Artis: ”Ini sungguh ucapan yang pertama kali kudengar selama rnhidupku. Saya harus bertemu anda, sekarang juga! Saya ingin lebih banyak rnmendengarkan petuah-petuah anda”.

rn

Wahai ukhti, jika engkau menampakkan auratmu dan bersolek demi suamimu atau rndi depan sesama kaummu maka hal itu tidak mengapal selama tidqk keluar dari rnrumah. Jika antar sesama wanita, maka hendaknya engkau tidak menampakkan aurat rnyang tidak boleh dilihat sesama wanita, yakni antara pusar dengan lutut.

rn

2. Perumpamaan
Saudariku, engkau amat mahal dan berharga sekali. rnPernahkah terlintas dalam benakmu, bagaimana seorang pembeli membolak-balik rnbarang yang ingin dibelinya? Jika ia tertarik dan berniat membelinya, ia akan rnmeminta kepada sang penjual agar ia diambilkan barang baru sejenis yang masih rntersusun di atas rak. Ia ingin agar yang dibelinya adalah barang yang belum rnpemah tersentuh oleh tangan manusia.
Renungkanlah perumpamaan ini baik-baik. rnDari sini, engkau akan tahu betapa berharganya dirimu, yakni jika engkau rnmenyembunyikan apa yang harus engkau sembunyikan sesuai dengan perintah Allah rnkepadamu.

rn

J. SYUBHAT KESEMBILAN: HIJAB MENCIPTAKAN PENGANGGURAN SEBAGIAN SDM DI rnMASYARAKAT

rn

Syubhat ini tidak begitu populer di kalangan wanita tak ber-hijab, tetapi ia rnamat sering dilontarkan oleh orang-orang sekuler dan para pendukungnya. Menurut rnmereka, hijab wanita akan menciptakan pengangguran sebagian dari SDM (Sumber rnDaya Manusia) yang dimiliki oleh masyarakat. Padahal Islam menyuruh para wanita rnagar tetap tinggal di rumah.

rn

Syubhat yang sering kita dengar ini, dapat kita sanggah dengan beberapa rnargumentasi:
Pertama, pada dasarnya wanita itu memang harus tetap tinggal di rnrumahnya. Allah berfirman:
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah rnkamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah terdahulu.” rn(Al-Ahzab: 33)Ini bukan berarti melecehkan keberadaan wanita, atau tidak rnmendayagunakan SDM-nya,tetapi hal itu merupakan penempatan yang ideal sesuai rndengan kodrat dan kemampuan wanita.

rn

Kedua, Islam memandang bahwa pendidikan anak, penanaman nilai-nilai akhlak rndan bimbingan terhadap mereka sebagai suatu kewajiban wanita yang paling hakiki. rnBerbagai hasil penelitian, yang dikuatkan oleh data stastitik, baik yang rnberskala internasional maupun nasional menunjukkan berbagai penyimpangan rnanak-anak muda, faktor utamanya adalah ”broken home” (keruntuhan rumah tangga) rnserta kurangnya perhatian orang tua terhadap anak-anaknya.

rn

Ketiga, Islam tidak membebani wanita mencari nafkah. Mencari nafkah adalah rntugas laki-laki. Karena itu, secara alamiah, yang paling patut keluar rumah rnuntuk bekeja adalah laki-laki, sehingga wanita bisa sepenuhnya mengurus rnpekerjaan yang justeru lebih penting daripada jika ia bekerja di luar rumah, rnyaitu mendidik generasi muda. Dan sungguh, tugas paling berat dalam masyarakat rnadalah mendidik generasi muda.Sebab, daripadanya akan lahir tatanan masyarakat rnyang bak.

rn

Keempat, Islam sangat memperhatikan perlindungan terhadap masyarakat dari rnkehancuran. Pergaulan bebas, (bercampumya laki-laki dengan perempuan tanpa rnhijab) dan sebagainya menyebabkan lemahnya tatanan masyarakat serta menjadikan rnwanita korban pelecehan oleh orang-orang yang lemah jiwanya. Dan dengan rnpergaulan yang serba boleh itu, masing-masing lawan jenis akan disibukkan oleh rnpikiran dan perasaan yang sama sekali tak bermanfaat, apalagi jika ikhtilath itu rnoleh pihak wanita sengaja dijadikan ajang pamer kecantikan dan perhiasannya. rn

rn

Kelima, Islam tidak melarang wanita bekeja. Bahkan dalam kondisi tertentu, rnIslam mewajibkan wanita bekeja. Yakni jika pekejaan itu memang benar-benar rndibutuhkan oleh masyarakat demi mencegah madharatl Seperti profesi dokter rnspesialis wanita, guru di sekolah khusus wanita, bidan serta profesi lain yang rnmelayani berbagai kebutuhan khusus wanita.

rn

Keenam, dalam kondisi terpaksa, Islam tidak melarang wanita bekeja, selama rnberpegang dengan tuntunan syari’at. Seperti meminta izin kepada walinya, rnmenjauhi ikhfilath, khalwat (berduaan dengan selain mahram), profesinya bukan rnjenis pekerjaan maksiat, jenis pekerjaan itu dibenarkan syan at, tidak keluar rndari kebiasaan dan tabiat wanita, tidak mengganggu tanggung jawab pokoknya rnsebagai ibu rumah tangga serta syarat-syarat lain yang diatur oleh agama. rn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *