Saudariku, Apa yang menghalangimu berhijab (IV) ?

G. KISAH-KISAH NYATA

rn

1. Kematian Yang Tiba-tiba
Seorang anggota parlemen dalam kondisi rnkesehatan yang prima, penuh energi dan memiliki etos kerja sangat tinggi, rnorangnya masih muda. Namun, tiba-tiba virus ganas menyerang otaknya. Tak rnberlangsung lama, virus itu berubah menjadi segumpal daging. Anggota parlemen rnitu akhimya tak berdaya dan meningal dengan cara yang amat mengenaskan.

rn

2. Kematian Tak Kenal Orang Sehat atau Sakit
Seorang komandan tinggi di rnjajaran Angkatan Bersenjata, ia tak pernah mengeluhkan suatu penyakit apapun, rntubuhnya padat berisi, otot-ototnya kekar, lincah dan gesit dalam melakukan rntugas di teritorialnya.
Seperti biasa, pada suatu malam, ia pergi tidur. Di rnpagi hari, sang ibu membangunkannya. Tak ada jawaban. Apa yang tejadi? Ternyata rntubuhnya sudah dingin dan terbujur kaku. Tidur itu menghantarnya pada kematian rndan tak pemah kembali lagi.

rn

3. Temanku Mati Terbakar
Abu Abdillah berkata: ”Aku tak tahu, bagaimana rnharus menuturkan kisah ini padamu. Kisah yang pemah kualami sendiri beberapa rntahun lain, sehingga mengubah total perjalanan hidupku. Sebenarnya aku tak ingin rnmenceritakannya, tapi demi tanggung jawab di hadapan Allah, demi peringatan bagi rnpara pemuda yang mendurhakai Allah dan demi pelajaran bagi para gadis yang rnmengejar bayangan semu, yang disebut cinta, maka kuungkapkan kisah ini. Ketika rnitu kami tiga sekawan. Yang mengumpulkan kami adalah kesamaan nafsu dan rnkesia-siaan. Oh tidak, kami berempat. Satunya lagi adalah setan.

rn

Kami pergi berburu gadis-gadis. Mereka kami rayu dengan kata-kata manis, rnhingga mereka takluk, lain kami bawa ke sebuah taman yang jauh terpencil. Di rnsana, kami berubah menjadi serigala-serigala yang tak menaruh belas kasihan rnmendengar rintihan permohonan mereka, hati dan perasaan kami sudah rnmati.
Begitulah hari-hari kami di taman, di tenda, atau dalam mobil yang di rnparkir di pinggir pantai. Sampai suatu hari, yang tak mungkin pernah saya bisa rnmelupakannya, seperti biasa kami pergi ke taman. Seperti biqsa pula, rnmasing-masing kami menyantap satu mangsa gadis, ditemani minuman laknat. Satu rnhal kami lupa.saat itu, makanan.

rn

Segera salah Seorang di antara kami bergegas membeli makanan dengan rnmengendarai mobilnya. Saat ia berangkat, jam menunjukkan pukul enam sore. rnBeberapa jam berlalu, tapi teman kami itu belum kembali. Pukul sepuluh malam, rnhatiku mulai tidak enak dan gusar. Maka aku segera membawa mobil untuk rnmencarinya. Di tengah perjalanan, di kejauhariaku melihat jilatan api. Aku rnmencoba mendekat. Astaghfirullah, aku hampir tak percaya dengan yang rnkulihat.Ternyata api itu bersumber dari mobil temanku yang terbalik dan rnterbakar. Aku panik seperti orang gila.Aku segera mengeluarkan tubuh temanku rndari mobilnya yang masih menyala. Aku ngeri tatkala melihat separuh tubuhnya rnmasak terpanggang api. Kubopong tubuhnya lalu kuletakkan di tanah.

rn

Sejenak kemudian, dia berusaha membuka kedua belah matanya, ia berbisik rnlirih: ”Api…, api…!”
Aku memutuskan untuk segera membawa ke rumah sakit rndengan mobilku. Tetapi dengan suara campur tangis, ia mencegah: ”;Tak ada rngunanya.. aku tak akan sampai…!l
Air mataku tumpah, aku harus menyaksikan rntemanku meninggal dihadapanku. Di tengah kepanikanku, tiba-tiba ia berteriak rnlemah: ”Apa yang mesti kukatakan padarnya?
Apa yang mesti kukatakan rnpadaNya?”
Aku memandanginya penuh keheranan. ”Siapa?” tanyaku. Dengan suara rnyang seakan berasal dari dasar Sumur yang amat dalam, dia menjawab: rn”Allah!”
Aku merinding ketakutan. Tubuh dan perasaanku terguncang keras. rnTiba-tiba temanku itu menjerit,gemanya menyelusup ke setiap relung malam yang rngulita, lain kudengar tarikan nafasnya yang terakhir. Innanlillaahi wa innaa rnilaihi raaji ‘uun.

rn

Setelah itu, hari-hari berlalu seperti sedia kala, tetapi bayangan temanku rnyang meninggal, jerit kesakitannya, api yang membakaryal dan lolongannya ”Apa rnyang harus kukatakan padaNya? Apa yang harus kukatakan padaNya?”, seakan terus rnmembuntuti setiap gerak dan diamku.
Pada diriku sendiri aku bertanya: rn”Aku,… apa yang harus kukatakan padaNya?”
Air mataku menetes, lain sebuah rngetaran aneh menjalari jiwaku. Saat puncak perenungan itulah, sayup-sayup aku rnmendengar adzan Shubuh menggema:
”Allahu Akbar, Allahu Akbar, Asyhadu Anla rnIlaaha Illa Allah… Asyhadu Anna Muhammadar XasuluNah… Hayya ‘Alash rnShalaah…”

rn

Aku merasa bahwa adzan itu hanya ditujukan pada diriku saja, mengajakku rnmenyingkap fase kehidupanku yang kelam, mengajakku pada jalan cahaya dan rnhidayah.
Aku segera bangkit, mandi dan wudhu, menyucikan tubuhku dari rnnoda-noda kehinaan yang menenggelamkanku selama bertahun-tahun. Sejak saat itu rnaku tak pernah lagi meninggalkan shalat.

rn

4. Kesudahan Yang Berlawanan
Tatkala masih di bangku sekolah, aku rnhidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang balk. Aku selalu mendengar rndo’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, rnia selalu dalam Shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu rnlama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.
Aku sungguh rnheran. Bahkan hingga aku berkata kepada’ diri sendiri: ”Alangkah sabarnya rnmereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa rndi situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang rnpilihan…Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.

rn

Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. rnTetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima rndan kudengar dari waktu ke waktu.
Setelah tamat dari pendidikan, aku rnditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman rnsekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di rnsana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang rnmembangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari rnlingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.

rn

Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga rnkeamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan rnbantuan.
Pekejaan baruku sungguh menyenangkan Aku lakukan tugas-tugasku rndengan semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu rndiombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak rnwaktu luang…pengetahuanku terbatas.
Aku mulai jenuh…tak ada yang rnmenuntunku di bidang agama. Aku’sebatang kara. Hampir tiap’•hari yang kusaksikan rnhanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult rnpenganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah rnsuatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.

rn

Ketika kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan.Kami rnasyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. rn
Kami mengalihkan pandangan. Teryata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil rnlain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat rnkejadian untuk menolong Korban.
Kejadian yarng sungguh tragis. Kami lihat dua rnawak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis kedua nya segera kami rnkeluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.

rn

Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas rndengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam rnkondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat. rn:
Ucapkanlah ”Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah rntemanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. rnKeadaan itu membuatku merinding.
Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi rnorang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.

rn

Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, rnaku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi rnseperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. rnTetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.
Tak ada rngunanya…
Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang rnpertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya rntelah meninggal dunia.

rn

Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.
Temanku menunduk, ia tak rnberbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening.
Kesunyian rnpecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan rnsu’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: ”Manusia akan mengakhiri rnhidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa rnyang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku rntentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga rnberbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa rnlalunya secara lahir batin.
Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh rnpembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya rntatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.
Tiba-tiba aku menjadi takut rnmati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku rnshalat kusyu’ sekali.Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa rnitu.

rn

Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pemah menyaksikan apa rnyang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat rnitu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak rnmau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan rnlagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.

rn

* Kejadian Yang Menakjubkan…
Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan rnitu…sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang rnmengendarai mobilnya denganpelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah rnterowongan menuju kota.
Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang rnkempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, rntiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. rnLelaki itu pun langsung tersungkur seketika.

rn

Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemani-ku pada peristiwa yang rnpertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan rnsegera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung rnmendapatpenanganan.
Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang rnyang ta’at menjalankan perintah agama.
Ketika mengangkatnya ke mobil, kami rnberdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan rnsesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan rnsuara yang keluar dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci rnAl-Qur’an…dengan suara amat lemah.
”Subhanallah! ” dalam kondisi kritis rnseperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-quran? Darah mengguyur rnseluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan:ia hampir mati.

rn

Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan rnsuaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan’ al rnquran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: ”Aku akan menuntun rnmembaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi rnaku Sudah punya pengalaman” aku Meyakinkan diriku sendiri.
Aku dan kawanku rnseperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qurlan yang merdu itu. rnSekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rnrongga.

rn

Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia rnmengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat rnke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang rnterasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air rnmataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan rnkepada kawanku kalau pemuda itu telah wafat. Kawanku tak kuasa menahan rntangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku rnderas mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.

rn

Sampai di rumah sakit…Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal rnkematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak rnorang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan rnair mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri rnjenazah dan mencium keningnya.
Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak rnberanjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka rningin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut rnmenyalatinya. i

rn

Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut rnmengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya rnmengisahkanl ketika kecelakaan sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di rndesa. Pekejaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana almarhum juga rnmenyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi rnkecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang rnkebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan rnkaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia rnsantuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak rnkecil.
Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, rnia menjawab dengan halus. ”Justru saya memanfaatkan waktu pejalananku dengan rnmenghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan rnkaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang rnaku ayunkan,” kata almarhum.

rn

Aku ikut menyalati jenazah dan mengantamya sampai ke kuburan.
Dalam liang rnlahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke rnkiblat.
”Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah”.
Pelan-pelan, kami rnmenimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, rnsesungguhnya dia akan ditanya…
Almarhum menghadapi hari pertamanya dari rnhari-hari akhirat…

rn

Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia.Aku rnbenar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni rndosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku rnkesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan rnkuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *