KAIDAH KETIKA MENGAJAR UMMAHAT JANGAN TERLALU SERIUS!!!

Ini salah satu nasehat indah dari guru saya ustadz Abdul Hakim Abdat hafizahullahu yang mewanti-wanti saya agar memperhatikan kaidah ini. Kaidah yang sangat penting dan harus difahami oleh guru yang mengajari ummahat. Karena posisi mereka lain tidak sama dengan akhwat yang belum menikah.

Sumber ilustrasi

Ukhti muslimah… dimanapun anda berada terutama yang telah berkeluarga dan diamanahi Allah anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Tanggung jawab kita sebagai istri dan ibu akan diminta Allah nanti di hari kiamat bagaimana kita memperlakukan suami dan anak-anak kita di dunia apakah sesuai dengan ‘rel’ islam atau tidak. Apakah kita berhasil mengurus dan mendidik anak-anak kita dengan baik sehingga menjadi penyejuk mata bagi suami kita dan kita sendiri sebagai ibu atau justru sebaliknya. Inilah yang ditekankan guru saya, suami dan anak-anak dulu baru yang lainnya…

Nasehat beliau sangat dalam.. karena beliau memahami tugas yang berat sebagai istri dan ibu sudah sangat menyita waktu apalagi bila ditambah menuntut ilmu secara talaqiy dan kontinyu. Berbagai kendala akan dihadapi seorang istri dan ibu ketika ia memaksakan diri belajar dengan target tertentu. Harus ada yang di korbankan… ya kalau tidak keluarga, waliyyadzu billah atau menuntut ilmunya, karena itulah beliau menasehati saya jangan terlalu serius… karena kita tidak mau mendapatkan limpahan dosa setiap harinya akibat dari melalaikan kewajiban terhadap suami dan anak-anak. Mereka menjadi terlantar dan terabaikan, dan inilah salah satu tipu muslihat setan yang menjangkiti para penuntut ilmu terutama ummahat.

Alhamdulillah jika suami mengijinkan kita keluar untuk menuntut ilmu, maka sebelum kita keluar usahakan rumah sudah rapi dan juga ada makanan untuk suami dan anak-anak ketika mereka kembali kerumah. Sehingga suami kita akan melihat bahwa walau kita menuntut ilmu di luar tidak ada sesuatu yang ‘hilang’ dari keseharian kita sebagai ibu dan istri. Sehingga suami kita akan senang hati mengijinkan kita menuntut ilmu lagi.

Alhamdulillah, kaidah guru saya diatas tadi ternyata di jalankan oleh ustadzah saya juga yang mengajari kami di ma’had tahfez Qur’an. Kami sangat bersyukur sekali mendapatkan guru yang memahami kondisi kami sebagai ummahat. Daftar kehadiran/absen tidak ada dalam halaqah kami, karena sebagai ibu kita tidak bisa hadir setiap minggu terlebih yang memiliki banyak anak. Ada yang absen sampai satu bulan misalnya karena ternyata anak-anaknya sakit berganti-gantian lalu beliau lalu suaminya. Ada juga yang cuti melahirkan. Walau tidak hadir guru kami sangat baik sekali, beliau tetap mewajibkan kami menuntaskan hafalan 3 lembar perminggunya dan satu juz muraja’ah yang harus kami tunaikan. Jadi bila kami absen 2 minggu ketika hadir harus datang lebih awal dan menyiapkan hafalan 6 lembar ditambah muraja’ah. Begitu seterusnya yang absen 3 minggu berarti 9 lembar hafalan baru plus muraja’ah hafalan lama.

Kita tidak akan bisa memaksa ummahat untuk istiqamah dalam menghadiri majelis ilmu syar’i karena kendala-kendala rumah tangga yang tidak bisa di hindari akan menimpa setiap ummahat. Karena itu benarlah ucapan beliau diatas kalau kita serius kita akan menyulitkan diri kita sendiri sedangkan syariat islam diciptakan Allah justru bukan untuk mempersulit umat pemeluknya. Jika kita merasa terbebani atau kesempitan dalam agama kita ini maka yang salah adalah pada diri pemeluknya bukan agamanya karena Allah sendiri telah berfirman dan berjanji bahwa :

“ dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS: AL-Hajj ayat 78).

**Maksud ucapan beliau bukan berarti kita ketika belajar di kelas tidak serius/main-main maksudnya yaitu jangan terlalu ketat memberikan peraturan dan mata pelajaran yang banyak karena status ummahat saja sudah berat kalau kita bebani dengan hafalan dan materi-materi  yang banyak akan menyulitkan ummahat mengurus rumah tangganya. Cukup kita ajarkan apa yang wajib muslimah ketahui dalam islam sehingga mereka bisa menunaikan kewajiban mereka terhadap RabbNya dan keluarganya. Semoga kita bisa menjadi umat yang pertengahan (wasathan). Wallahu ‘alam bsih-shawwab.

Artikel ini telah di muraja’ah oleh: Ustadz Abdul Hakim Abdat Hafizahullahu

Oleh Ummu raihanah, Sydney, 29 Nopember 2013

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *